Rabu, 29 Mei 2013

Iron Man 3 dalam analisa Marketing 3.0



Menonton Iron Man 3 kali ini merupakan salah satu dampak "korban" hebohnya Twitterland di wallnya Bpk. Hermawan Kartajaya. Tentang analisa film Iron Man 3 dengan teori Marketing 3.0. So saya ikutan penasaran juga rupanya. Rupanya bab tentang Story That Move People. Dalam bab tersebut disebutkan bahwa Robert McKee, penulis skenario terkenal, meyakini adanya dua cara tertentu untuk meyakinkan orang. Pertama adalah dengan memasarkan ide anda pada sekumpulan fakta dan angka dan melibatkan orang dalam argumentasi yang intelek. Alternatifnya, menurut Mc Kee lebih efektif, adalah menulis kisah yang menarik di sekitar ide itu dan melibatkan emosi masyarakat. Ketika memperkenalkan produk baru Stave Jobs dari Apple selalu memilih rute kedua. Bahkan, kita bisa menganggapnya sebagai ahli storyteller dalam sejarah bisnis. Jobs selalu memulai dengan sebuah kisah. Setelah kisah itu disampaikan, Jobs kemudian akan mengungkapkan fitur-fitur dan sekumpulan fakta mengenai produknya.

Dari pengalaman Stave Jobs, nampak nyata bahwa cerita merupakan salah satu cara yang ampuh dalam mengajak manusia. Adapun kisah tentang merek (brand story), menurut Holt,memiliki paling tidak tiga komponen utama : Karakter, plot dan metafora. Sebuah merek memiliki karakter yang hebat ketika merek itu menjadi simbol sebuah pergerakan yang dialamatkan untuk menjawab permasalahan dan mentransformasi kehidupan banyak orang. Ini adalah teori inti dari Holt mengenai cultural branding. Sekali sebuah merek itu diidentifikasikan dengan suatu pergerakan budaya, merek itu menjadi apa yang disebut dengan cultural brand. Sebagai contoh The Body Shop adalah simbol dari aktivitas sosial. Dan Disney adalah simbol dari keluarga bahagia. Dengan kata lain, sebuah merek harus menjanjikan bisnis as unusual dan memberikan kepuasa kultural. 

Untuk membuat karakter yang relevan dengan kehidupan manusia, sebuah kisah yang baik membutuhkan plot. Dalam Made to Stick, Chip dan Dan Heath menawarkan tiga jenis plot cerita yang baik :challenge, connection dan creativity.  Cerita David and Goliath adalah contoh klasik plot challenge. Dalam plot jenis ini, sebuah merek berperan sebagai tokoh protagonis lemah yang berani menantang lawan yang lebih kuat atau rintangan yang lebih sulit. Merek itu, tentu saja akhirnya menang. Plot yang anda temukan di buku Chicken Soup adalah contoh dari plot connection. Dalam plot jenis ini, merek menjembatani kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari : isu rasial, usia, gender dan sebagainya. Merek media sosial seperti Facebook menggunakan plot connection untuk menyebarkan cerita mereka. Plot Creativity, sebaliknya, seperti dalam film Iron Man 3, dimana Tony Stark / Iron Man yang diperankan oleh Robert Downey,Jr. Selalu menemukan cara untuk memecahkan masalah dengan karakternya yang Genius, Billionaire, playboy and Philantropist. Robert Downey, Jr yang menjadi tokoh sentral dalam lakon di film The Avanger dapat memerankan karakter Iran Man 3 dalam dunia 3.0 dengan baik. Memang saat ini sosok hero yang dihadirkan oleh dunia perfilman juga sesuai dengan teori marketing 3.0 yakni philantropist.
 
Bahkan sosok Philantropistnya Iron Man, sudah sangat mendarah daging dan memasuki masa transformasi. Terlihat dalam percakapan dengan seorang anak kecil yang bernama Harley yang membantu Iron Man saat tersesat. Ada saat mereka berdua dapat membantu orang saat mereka temui, namun apa kata Iron Man, “Biasa saja jika kita membantu orang.” Kalimat itu mengajak untuk kita senantiasa mempunyai karakter membantu sesama, sebagai salah satu manifestasi Philantropi. Jika sudah sampai pada tahapan mengajak maka itulah transformasi. Masa setelah Philantropi.  Beberapa teman saya berkomentar dan merasa sosok Iron Man 3 sebagai sosok Hero kurang greget. Lantaran dibumbui dengan adegan-adegan lucu yang sebaiknya tidak perlu ditampilkan, misal saat baju-baju besi Iron Man berkumpul dan terpasang pada tubuh Tony Stark nampak terlihat, salah satu bagian penutup baju besinya nyangkut. Atau bagian ketika ternyata jam tangan Iron Man adalah bergambar Dora dalam serial film cartoon anak-anak. Dari seisi yang lain coba kita tengik film-film yang lain yang dibintangi oleh Robert Downey, Jr adalah Sharlock Home. Dalm film tersebut juga acap kali lucu. So menurut saya memang disengaja untuk memperkuat sosok Robert Downey, Jr memang sosok Hero dengan sedikit berbau funny. Itu cara memperkuat karakter agar berbeda/ berdeferensiasi dengan tokoh hero-hero yang lain.

Hal terakhir menurut Holt dalam brand Story adalah Metafora.  Untuk membantu anda, Gerald dan Lindsay Zaltman menawarkan sebuah proses untuk mengungkapakan dalamnya metafora. Metafora yang mendalam secara tidak sadar telah dikodekan dalam setiap manusia pada usia muda. Dengan menggunakan Zaltman Metaphor Elicitation Technique (ZMET), kita dapat menggunakan metafor itu untuk memahami bagaimana membangun kisah kita dan bagaimana konsumen akan merespon cerita itu. Tujuh Metafora Zaltman, yang mewakili 70% dari semua metafora, disebut Seven Giants. Metafora-Metafora tersebut adalah Balance, Tronsformation, Journey, Container, Connection, Resource dan Control. 


Karakter sangat penting dalam kisah ini. Karakter melambangkan bagaimana merek diterima oleh spirit manusia. Struktur dari sebuah plot menunjukkan bagaimana karakter-karakter tersebut mengarahkan karakter-karakter yang lain dalam sebuah jaringan manusia yang akan menuliskan kembali versi mereka akan kisah itu. Metafora adalah proses yang tidak disadari yang terjadi di dalam spirit manusia. Kisah dengan penambahan metafora yang kompatibel akan menemukan relevansinya dan diterima sebagai kebenaran oleh konsumen. Kisah yang menggerakkan manusia memiliki tiga komponen inti ini : Karkter, plot, dan metafora. Menciptakan misi yang ideal menjadi langkah yang tidak mudah bagi perusahaan. Langkah lainnya adalah menyebarkan melalui storytelling.


*Dikutip dari Marketing 3.0 By Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya





Selasa, 21 Mei 2013

Dari Filantropi Ke Transformasi

Semakin banyak perusahaan yang menangani isu-isu sosial melalui kegiatan filantropi. Perusahaan menyumbangkan sebagian pendapatan mereka untuk kegiatan amal dan sosial tertentu. Pendidikan merupakan bidang yang paling banyak diminati untuk filantropi, dimana sebanyak 75 persen perusahaan berpartisipasi membantu pendidikan. Walaupun sumbangan itu akan membantu kegiatan sosial, tujuan utama banyak perusahaan melakukan hal itu adalh untuk meningkatkan reputasi atau memperoleh potongan pajak.

Filantropi tidak hanya erjadi di pasar yang sedang berkembang, justru filantropi lebih populer. Merril Lynch-Capgemini menemukan bahwa konglomerat - konglomerat  di Asia memberikan 12 persen dari kekayaan mereka untuk kegiatan sosial, sedangkan konglomerat di Amerika utara hanya memberikan 8 persen dan di Eropa hanya 5 persen.

Walaupun filantropi membantu masyarakat, kita tidak bisa terlalu berlebihan dalam menilai dampak sosiokulturalnya. Perkembangan filantropi saat ini di dorong oleh perubahan yang terjadi di masyarakat. Orang-orang lebih peduli kepada orang lain dan berkeinginan untuk memberi kembali kepada masyarakat. Menurut polling yang dilakukan Gallup, disaat-saat resesi keuangan, 75 % persen orang Amerika masih menyisihkan pendapatan mereka untuk menyumbang kegiatan-kegiatan sosial. Tranformasi yang terjadi di masyarakat mendorong kegiatan filantropi. Oleh sebab itu, jika perusahaan menangani masalah sosial dengan kegiatan filantropi, hal ini hanya akan berdampak jangka pendek.

Bentuk yang lebih baik untuk menangani tantangan sosial ini adalah cause marketing suatu kegiatan dimana perusahaan mendukung satu isu sosial tertentu melalui kegiatan pemasaran yang mereka lakukan. American Express Company melakukan cause marketing untuk pertama kalinya ketika mereka mengumpulkan dana ketika mereka mengumpulkan dana untuk memperbaiki Patung Liberty. American Express akan memberikan 1 persen dari bunga yang mereka dapatkan dari kartu kredit untuk dana perbaikan Patung libery tersebut. Banyak orang Amerika yang merespons dengan menggunakan kartu kredit American Express daripada menggunakan Visa atau MasterCard.

Di dalam Cause Marketing, keterlibatan perusahaan tidak hanya dalam bentuk dana, namun juga energi. Mereka menghubungkan aktivitas sosial itu dengan produk mereka. Contohnya, Quaker meluncurkan kampanye antikelaparan sebagai suatu upaya mempromosikan manfaat kesehatan dari oatmeal. Mereka akan melakukan berbagai kegiatan seperti sosial, dan donasi berupa oatmeal. Mereka akan melakukan berbagai kegiatan seperti sosial dan donasi berupa oatmeal. Haagen_Dasz memiliki program "Help The Honey Bee", sebuah program yang bertujuan melestarikan lebah madu dan menempatkan lebah madu sebagai salah satu sumber pasokan makanan yang penting, khususnya dalam pembuatan es krim melalui media sosial. Konsumen di dorong untuk menanam bunga dalam mengkonsumsi makanan alami untuk membantu lebah madu itu. Dua toko bahan makanan, Waltrose di Inggris dan Whole Foods di Amerika  juga mempraktekkan cause marketing. Setiap kali konsumen datang untuk berbelanja, mereka akan diberikan sebuah token yang dapat dimasukkan ke kotak-kotak amal yang mereka inginkan. Pada akhir program, token yang berhasil dikumpulkan di dalam kotak amal itu akan ditukar dengan uang dan didonasikan untuk kegiatan sosial yang dituju.

Banyak perusahaan filantropis yang memilih untuk mendukung sebuah aktivitas sosial tertentu yang dapat menarik konsumen ataupun pegawai mereka. Avon Corporations telah membantu mengumpulkan lebih dari seratus juta dolar untuk riset kanker payudara. Tentu saja, konsumen Avon sebagian besar adalah wanita, dan Avon ingin mendukung sebuah aktivitas sosial yang berkaitan dengan wanita seperti kanker payudara. Motorola sangat royal dalam membantu pendanaan sekolah-sekolah teknik utama. Motorola mendaptkan keuntungan dari peningkatan pendidikan dan riset di sekolah-sekolah teknik di mana Motorola dapat merekrut banyak tenaga ahli.

Filantropi dan Cause Marketing menjadi kian populer pada tahun terakhir-terakhir ini. Sebuah survey global yang dilakukan oleh Edelman menunjukkan bahwa 85 persen konsumen lebih menyukai merek-merek yang memiliki kepedulian sosial, 70 persen akan membayar lebih untuk merek-merek tersebut, dan 55 persen akan merekomendasikan merek tersebut kepada keluarga dan teman-teman mereka. Perusahaan sangat menyadari kenyataan ini. Perusahaan juga semakin mengerti bahwa karyawan, konsumen, dan masyarakat membangun citra suatu perusahaan tidak hanya berdasarkan kualitas produk dan jasa yang mereka tawarkan , melainkan juga berdasarkan kepedulian sosial dari perusahaan tersebut. Sebagian besar eksekutif di dunia (95%) mengakui bahwa bisnis harus berkontribusi kepada masyarakat. Mereka memprediksi bahwa keinginan karyawan dan konsumen untuk mendukung kegiatan sosial akan mempengaruhi strategi mereka dalm lima tahun ke depan.
Saat ini, filantropi dan cause marketing sedang berjalan namun belum digunakan secara strategis. Sering kali keduanya hanya sebagai nagian dari public Relation atau strategy komunikasi pemasaran. Karena itu, keduanya tidak mencerminkan pandangan dari eksekutif di tingkat atas dan cara mereka menjalankan perusahaan. Eksekutif perusahaan masih melihat aktivitas sosial sebagai sebuah tanggung jawab, bukan sebagai sebuah kesempatan untuk menciptakan pertumbuhan dean differensiasi.

Filantropi juga dapat melibatkan sebagian konsumen, tetapi bukan dengan tujuan memberdayakan atau mentransformasi mereka. Gaya hidup konsumen akan tetap sama. Pemberdayaan berarti aktualisasi diri. Yaitu, bagaimana membuat konsumen untuk naik ke tingkat ke piramida Maslow dan dapat memenuhi kebutuhan nereka yang lenih tinggi. Menciptakan sebuah transformasi adalh bentuk terbaik marketing dalam sebuah pasar yang mapan.

Dalam Marketing 3.0 penanganan masalah sosial tidak bisa dilakukan hanya sebagai bagian dari public relation atau sebagai suatu cara menghapuskan kritik atas tindakan negatif yang dilakukan perusahaan. Sebaliknya, perusahaan harus bertindak sebagai coporate citizen yang baik dan melibatkan masalah sosial dalm model bisnis mereka. Beberapa perusahaan dapat memperkuat efeknya dengan bergerak dari kampanye filantropi dan cause marketing menuju transformasi sosiokultural.

Transformasi sosiokultural memandang konsumen konsumen sebagai manusia yang harus diberdayakan agar dapat bergerak ke atas dalam piramida kebutuhan Maslow. Hal itu lebih relevan bagi perusahaan, tidak pada level produk, tapi juga pada level model bisnis.Dengan memanfaatkan kekuatan kolaborasi, perusahaan dapat mengurangi biaya dan menciptakan dampak yang lebih kuat.

Secara umum perusahaan didirikan dengan tujuan menghasilkan keuntungan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasar. Jika perusahaan telah berhasil dan berkembang, biasanya perusahaan akan diminta untuk memberikan kontribusi terhadap masalah sosial. Perusahaan dapat memenuhi permintaan ini dengan cara memberikan donasi atau membuat kampanye cause marketing.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat akan mengharapkan perusahaan supaya dapat berfungsi sebagai mesin pengembangan sosiokultural, tidak hanya sebagai mesin pembuat laba. Semakin banyak konsumen yang akan menilai perusahaan berdasarkan komitmen mereka terhadap isu-isu sosial dan publik. Beberapa perusahaan mungkin akan menjawab tantangan sosial itu dengan membangun masyarakat hingga ke dalam karakter mereka. Mereka akan mentransformasi masyarakat. Pada saat itu, perusahaan tersebut telah memasuki Marketing 3.0.

*Bagian paling menarik dalam Marketing 3.0 by Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya

Senin, 20 Mei 2013

Gelarnya atau Belajarnya ?


Siang ini suasana kampus menjadi agak riuh lantaran salah satu professor tempat saya mengajar menunjukkan beberapa ujian yang take home yang disinyalir copy paste. Tidak sama persis, namun ada beberapa tulisan yang sama baik tanda titik, komanya. Mungkin copy paste dan dirubah sedikit. Atau digabung dengan pekerjaan teman yang lain atau di mixed. Lucu ya? Mungkin ditempat anda yang kuliah hal semacam ini tidak terjadi. Mungkin juga sama keadaannya. Ada beberapa hal yang bisa kita ambil hikmah dari kejadian tersebut diatas. 

Yang pertama menjadi dosen memang harus tegas. Apalagi dalam menghadapi era korupsi yang menggila seperti ini. Nilai-nilai idealisme perlu juga untuk dipupuk meskipun terkadang akan disambut negatif oleh para mahasiswa yang malas untuk mengerjakan tugas. Sebenarnya bukan masalah mengerjakan tugas-atau tidaknya justru lebih kepada behavior para mahasiswa dalam menyikapi tugas. Terkadang terfikir, kalau mengerjakan ujian take home yang sudah diwanti-wanti jangan sama dengan yang lain saja masih sama, lha bagaimana mahasiswa malas itu mau membaca buku. Heran saja melihatnya. Apa tidak sayang uang yang dikeluarkan untuk membayar kuliah yang tidak murah namun kesempatan belajar dengan "menikmati belajar" yang sebenarnya tidak pernah tersentuh.

Jika seperti itu maka saya akan menganalisa lebih jauh siapa-siapa mereka. Yup mereka anaknya orang-orang kaya yang sepertinya belum paham bagaimana mencari uang dan membelanjakannya dengan baik. Bagaimana mendapatkan uang untuk bisa kuliah dan bagaimana bisa menikmati belajar di bangku kuliah dengan segala konsekwensinya, membaca buku, mengerjakan tugas dan lain-lain.Hal yang lain adalah tuntukan dari orang tua. Menjadi orang tua yang bijak harusnya mengenal putra-putrinya, apakah putra-putrinya suka belajar atau tidak. Kalau tidak suka belajar, hendaknya tidak usah dipaksa untuk melanjutkan kuliah di bangku S2. Salah-salah malah putra-putrinya menjadi generasi copy paste tugas.Apakah sebagai orang tua anda tidak merasa sedih jika putra-putri anda seperti itu.

Hal yang sebenarnya menjadi bahan renungan saya pribadi adalah bagaimana untuk lebih memahami orang lain. Terkadang bahkan orang yang mengalami peran hidup tersebut tak paham akan apa perilakunya namun kita dengan kepekaan kita bisa melihat dan mengambil hikmah dari suatu kejadian. Itulah pentingnya kita mengasah hati agar peka terhadap kejadian-kejadian yang untuk dimasa yang akan datang tidak boleh kita lakukan. Dalam satu group chatting ada salah satu teman yang meminta  seperti apa tugasnya untuk dijadikan pencerahan terhadap tugasnya karena belum mengerjakan. Bahkan sudah diingatkan kalau proffesor tersebut tidak boleh sama tugasnya. Maka sang teman merayu untuk tetap dikirimi email akan tugas itu. Dengan pesan "jangan dibuat sama ya". Dan "ya" jawaban si teman.

Kepekaan pertama adalah culture jawa. Orang jawa itu terkenal dengan subosito, unggah ungguh. Jika sudah dibilang profesor itu tidak boleh sama. Mestinya sebagai sama-sama orang jawa akan tidak melanjutkan permintaannya. Tapi ya seperti itu kejadiannya. Kepekaan hati menjadi mati lantaran ambisius untuk bisa mengumpulkan tugas tanpa mau mengerjakannya sendiri.Apa sih bedanya ambisi dan ambisius? Orang yang mempunyai ambisi jika menginginkan sesuatu dia akan berusaha tapi tetap melihat benar atau salah atau pantas atau tidak pantas akan langkah yang ia lakukan dalam mencapai tujuannya. Tapi ambisius itu seseorang yang mempunyai keinginan tertentu tapi segala cara baik itu pantas atau tidak pantas, sopan atau tidak sopan tetap menempuh cara-cara itu. Misalnya mahasiswa s2 punya ambisi untuk lulus s2 tapi caranya jika ada tugas itu mengerjakan sendiri, masuk kuliah maka itu wajar jika mahasiswa tersebut disebut berambisi untuk lulus S2. Namun bagi mahasiswa yang ambisius maka ia akan malas mengerjakan tugas maunya copy paste, datang kuliah juga malas maunya nitip absen, tapi ingin lulus S2 itu mahasiswa yang ambisius karena perilkaunya tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya. Semoga kita semua dijauhkan dari menjadi pribadi yang ambisius. Amiin YRA.

Hikmah yang lain adalah adanya percakapan dalam salah satu group chatting  yang intinya semua orang bagaimana mencapai tujuannya sendiri. Ada yang sibuk mencari tiket agar bisa pulang ke Semarang lantaran besok pagi diminta menghadap sang professor, ada yang dengan bangganya lantaran tidak termasuk dalam daftar yang ketahuan copy paste pada kenyataannya dia hanya mengubah beberapa bagian yang akhirnya sama-sama harus mengulang/merevisi tugas tersebut.Ah...kali ini sang professor berbaik hati. Para mahasiswa dipersilahkan untuk membuat revisi atas tugasnya kembali untuk besok dikumpulkan lagi. Itu juga sang professor dimaki-maki dalam group chatting  tersebut. Astaghfirullohaazdim ya saat ini seperti itu perilaku anak-anak muda kita. Maunya serba praktis dan kalau mau enak terus saja mintanya yang enak, gak mau susah. Lha wong dimarahi karena malas kok membalas mengumpat dosennya. Ya Robbi...jauhkan kita dari sifat-sifat yang tidak mau mengaca pada diri sendiri sebelum menghujat orang lain.

Ada lagi salah satu teman yang sepanjang perkuliahan mengomel lantaran tugasnya banyak di copy paste. Hikmahnya adalah waspada. Dan tak perlu marah-marah, jelaskan saja kepada Bpk professor apa yang terjadi, jika sudah tidak boleh ya sudah, kalau masih boleh ya buktinya bisa diberikan kesempatan revisi. Itu gunanya melobi dosen/professor. Jadi buang-buang waktu percuma untuk marah, misuh-misuh itu juga westing time. Bahkan untuk hal misuh-misuh ini juga tidak ada yang meminta maaf kepada anda atas kelakuan nya meng copy paste padahal jelas tidak untuk dicontek ketika diberikan tapi untuk pencerahan bahasanya teman-teman. Pencerahan itu dari hasil membaca tugas teman maka bisa membuat tugas yang mempunyai kerangka atau skema yang mirip,bukan copy paste comot sana sini jadi deh tugasnya dinamain namanya sendiri.

Ini tugas di kampus, nanti di dunia kerja juga ada model manusia seperti itu. Kerjaan teman sukannya diaku-aku kerjaannya dihadapan boss. Hati-hati terjebak pada kebiasaan praktis yang kalau tidak disadari bisa menjadi perilaku yang berulang dan menjadi karakter. Mulai latihannya ya dari saat ini juga, model peristiwanya ya skala kita mahasiswa. Kalau ada yang seperti itu istighfar bahkan tidak perlu menunggu mereka meminta maaf telah melakukan kesalahan, pasti juga sudah tidak merasa bersalah, Why? karena mungkin sudah menjadi kebiasaan polanya dari saat kuliah S1 dulu. Bahkan kita ketemu mereka juga sudah sama-sama setua ini maka waspadalah untuk tugas-tugas mendatang jika dirasa akan malah menjadi beban selanjutnya buat kita untuk mengulang tugas maka cukup kita, dosen dan Alloh saja yang tahu.

Last but Not Least  gelar S2 atau gelar apapun itu sebenarnya tidak penting ya untuk dikejar, maka yang benar adalah setialah pada yang benar, do the right think and Do The think right . Para calon mertua juga tidak perlu ambisius untuk mempunyai menantu yang lulusan S2 sehingga nanti dalam undangan pernikahannya bisa ditulis gelarnya. Para perempuan  juga bersikaplah biasa saja sama mahasiswa S2, jangan merasa keren jika punya pacar atau calon swami yang S2 karena belum tentu dia termasuk dalam kategori yang berambisi mendapatkan gelar S2, karena saat ini banyak lho yang ambisius untuk meraih gelar S2. Bahkan saat ini lulusan S2 itu sudah biasa sekali, karena sudah umum lulus S2, bukan hal yang istimewa.

Penyikapan terbaik terhadap kuliah S2 itu memang relatif bagi beberapa kalangan. Dulu ada kakak kelas saya pandai, tapi tidak ingin melanjutkan S2 saat para kakak kelas berbondong-bondong kuliah S2. Saat saya tanya kenapa tidak kuliah S2? Jawabnya "mendingan uangnya saya puter untuk yang lain Nop." Alasan lain selain jam kerjaannya yang padat di kantor yang kerap menyita waktu kakak kelasku itu. Lain lagi dengan sahabat saya dulu di kantor, dia cerdas, lulusan 3 besar terbaik di jurusan teknik sipil saat kuliah S1 di Universitas Indonesia, tapi juga tidak ingin melanjutkan S2, "S2 apa ya kalau ingin kuliah?" katanya...saat saya dan teman membicarakan aktifitas dikampusnya via handphone. Suatu hari sahabat saya berucap saya juga mau kuliah S2 saham. Karena dia sudah menikmati hasil dari investasi saham tentu saja. Begitulah sebenarnya cara menyikapi apakah mau kuliah S2 atau tidak. Sehingga dalam perjalanannya menjadikan kita sebagai mahasiswa yang punya ambisi untuk lulus menjadi bergelar magister dan bukanlah menjadi mahasiswa yang ambius saja. WollohualambiiShowab.



Kamis, 09 Mei 2013

Cinta Diatas Cinta

Ikut bahagia yang saya rasakan saat ini. Bersilaturrahim ke rumah my beloved sister mbak Yas di Purwokerto. Ada gadis cilik yang tentu saja sudah pasti mengalihkan semua pandangan seisi rumah, dia bernama Hafshah Hafidzah. Baru berumur satu tahun, sedang belajar jalan dan berbicara. Saat ini dialah dunianya kakakku. Bahkan hidupnya adalah Hafshah.Melihat bahtera rumah tangga kakak yang kian hari terlihat kian dewasa cukup membuatku merasa penuh kesyukuran Alhamdulillah wa syukurillah. Kakakku tidak dengan berpacaran saat menikah dengan kakak iparku Pak Jumadi. Mereka bertaaruf dan terbilang cepat prosesnya. Jika ditanya saat awal pernikahan tentu saja cinta itu belum ada. Namun kakaku sudah menemukan alasan kenapa ia mau dinikahi kakak ipar saat itu tentu saja. Yang pasti karena niat yang kuat untuk beribadah, lantaran menikah juga merupakan ibadah. 

Sangat unik jika ingin mendifinisikan cinta. Banyak pakar cinta dan pujangga berbondong-bondong mengupasnya. Para musisi kerap kali memilih tema cinta dalam lagu-lagu mereka, bukan hanya itu banyak sekali film-film yang diciptakan dengan tema cinta bahkan dipastikan film action sekalipun pasti menambahkan sisi percintaan sebagai bumbunya. Sedemikian membiusnya cinta dilekatkan pada manusia. Hingga acara dari salah satu motivator ternama negeri inipun kerap kali membahas tentang cinta. Pernah saya menulis di wall fb saya kenapa Pak Mario Teguh sering membahas cinta, dengan gaya bahasa santai " Pak Mario Kok membahas cinta-cinta muluk sih..." Hingga pada salah satu tayangan MTGW nya beliau menjawab sindiran saya "Ya karena cinta itu penting, makanya dibahas...lha kok malah dibilang mbahas cinta-cinta melulu...".ngikik saya mendengar penyampaiannya di MTGW. Selanjutnya Pak Mario membuka kesempatan kepada para fber beliau yang akan menyampaikan ide yang lain tentang cinta jika memang pemikiran tentang cintanya tidak sama dengan beliau. Yup...Pak Mario benar-benar mau terbuka dengan pandangan akan cinta yang lain dari pandanganya, that's good!. Bagaimana gak mau begitu ya....setiap kali beliau memberikan MTGW nyata terlihat banyak jilbaber yang lebar menutup dada jilbabya. Pasti segmen audiens ini juga tidak bisa diabaikan.

Ranah tidak berpacaran sebelum menikah sebenarnya bukan hanya untuk para jilbaber yang jilbabnya lebar menutup dada lho....Ini merupakan aturan Islam dalam pergaulan dan dalam perjalanan akan menikah. Hanya saja hal belum lengkapnya ilmu tentang hal itu yang menjadikan kegamangan dalam melangkah. Setelah menikah, tentu saja sama perlakuan antara yang menikah dengan taaruf maupun yang telah berpacaran sebelum menikah. Sama-sama harus berjuang untuk meraih kebahagiaan dalam bahtera rumah tangganya. Kenapa demikian? karena kedua-duanya juga bisa terjadi perceraian. Bukan karena dengan jalan taaruf nih, sudah islami terus nanti seratus persen langgeng tanpa perceraian. Hal perceraian juga bisa dialami oleh swami isteri yang menikah dengan cara taaruf. Namun memang proporsi perceraiannya lebih sedikit kemungkinannya dibandingkan yang dengan berpacaran terlebih dahulu saat menikah. Bahkan sering ya kita mendengar cerita lama pacarannya lebih panjang dibandingkan lama pernikahannya.

 Beberapa waktu lalu juga ada teman yang ngecengin teman yang lain. Ternyata teman saya yang rajin ibadahnya hingga rajin pula mengikuti tahsin untuk memperbaiki bacaan alqur'annya kedapatan berstatus berpacaran dengan seorang perempuan selama empat tahun. Teman saya yang ngecengin itu kebetulan habis membaca bukunya Ustadz Felix siew yang "Sudah Putusin Aja". Kalau saya lebih arif mungkin dalam menyikapi kondisi itu. Kalau sudah pacaran empat tahun ya tidak usah diputusin ya silahkan dinikahin saja segera. Toh secara usia juga sudah cukup umur untuk menikah. Kisah yang lain tentang tema cinta yang sempat melintas dalam hari-hari lalu adalah kisah cinta ibu kost dengan Bapak kost. Bapak kost saat ini dalam keadaan koma dan ibu masih setia menemani Beliau. Bayangkan menemani swami yang koma selama empat bulan jalan lima bulan. Tentu itulah ujian cinta.

Cintanya ibu kost yang mendalam, hingga saat curhat dengan saya ibu lebih ikhlas yang meninggal saja jika dibandingkan dengan Bapak jika diambil oleh sang Maha Kuasa. Hingga sampai seperti itu dalamnya cinta. Maka hingga sat ini ibu masih belum ikhlas jika ditinggal Bapak menghadapNya. Hal yang sebenarnya patut menjadikan perenungan saya hingga dalam. Hingga seperti itukah cinta bisa menyihir para pencinta hingga rela melepaskan kematiannya jika dapat menggantikan kematian kekasihnya. Maka itu sama adanya dengan kisah cintanya Romeo and Juliet yang mau mati karena cinta. Dan orang-orang mengartikan itulah kekuatan cinta. Benarkah demikian? 

Kebtulan saya sedang membaca buku Mencari Pahlawan Indonesia karangan Anis Matta. Ada satu bahasan tentang cinta diatas cinta yang mengangkat figur Umar Bin Abdul Aziz dalam pengalaman batinnya terkait dengan cinta. Kira-kira seperti berikut kisahnya :
Umar bin Abdul Aziz sebenarnya adalah seorang ulama, bahkan seorang mujtahid. Namun ia besar di lingkungan istana Bani Ummayyah, hidup dengan gaya hidup mereka, bukan gaya hidup seorang ulama. Ia bahkan menjadi trendsetter di lingkungan keluarga kerajaan. Shalat jamaah kadang ditunda karena ia masih sedang menyisir rambutnya. 

Namun, begitu ia menjadi khalifah, tiba-tiba kesadran spiritualnya justru tumbuh mendadak pada detik inagurasinya. Ia pun bertaubat. Sejak itu, ia bertekad untuk berubah dan merubah dinasti Bani Umayyah "Aku takut pada neraka". Katanya menjelaskan perubahan itu kepada seorang ulama terbesar zamannya,pionir kodifikasi hadits, yang duduk di sampingnya, Al - Zuhri. Iamemulai perubahan besar itu dari dalm dirinya sendiri,istri, dan anak-anaknya, keluarga kerajaan, hingga seluruh rakyatnya. Kerja keras itu membuahkan hasil. Walupun hanya memerintah dalm waktu dua tahun lima bulan, tetapi ia berhasil menggelar keadilan, kemakmuran dan kejayaan serta nuansa kehidupan zaman khulafa'Rasyidin. Maka,ia pun digelari khalifah Rasyidin kelima. 

Akan tetapi, itu ada harganya. Fisiknya segera anjlok. Saat itulah istrinya datang membawa kejutan besar, menghadiahkan seorang gadis kepada swaminya untuk dinikahinya lagi. Ironis, karena Umar sudah mencintai dan sangat menginginkan gadis itu, juga sebaliknya. Namus istrinya Fatimah, tidak pernah mengizinkannya, atas nama cinta dan cemburu. Sekarang justru sang istrilah yang membawanya sebagai hadiah. Fatimah hanya ingin memberikan dukungan moril kepada swaminya. Itu saat terindah dalam hidup Umar, sekaligus saat  paling mengharu biru. Kenangan romantika sebelum saat perubahan bangkit kembali dan menyalakan api cinta yang dulu pernah membakar segenap jiwanya. Namun, cinta ini hadir di jalan pertaubatannya, ketika cita-cita perubahannya belum selesai. Cinta dan cita bertemu dan bertarung,di sini, di pelatran hati Sang Khalifah, Sang pembaharu.

Apa yang salh kalau Umar menikahi gadis itu? Tidak ada! Tapi "Tidak ini tidak boleh terjadi." Kata Umar. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya masih harus kembali ke dunia perasaan semacam ini,"Kata Umar. Cinta yang terbelah dan tersublimasi diantara kesadaran psiko-spiritual, berujung dengan keagungan: Umar memenagkan cinta yang lain, karena memang ada cinta diatas cinta! Akhirnya, ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati disini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya dengan sendu, "Umar, dulu kamu pernah sangat mencintaiku. Tapi, kemanakah cinta itu sekarang?" Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya jauh lebih dalam!"

Well....itu sepenggak kisah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Memang beliau seorang khalifah namun perlu kita ketahui bahwa beliau juga manusia biasa seperti kita. Punya perasaan akan cinta seperti kita. Hal yang patut kita jadikan perenungan adalah ada hal yang lebih substantif yang ingin diraih atau value yang lain yang lebih penting ketika kita memilih untuk tidak memiliki seseorang bahkan dalm kondisi bahwa kita benar-benar mencintainya. Seperti kisah yang mendera ibu kost saat ini. Mengikhlaskan Bapak kost dalm kondisi terbaik menurut kehendak Alloh SWT adalh yang terbaik. Ikhlas atas ketentuanNYA itulah value yang bisa dibangun dibalik cintanya seorang istri kepada swaminya. Biarlah jika Bapak kost kembali kepadaNYA adalh itu sayangnya Alloh SWT kepada Bapak kost barang kali, maka ikhlaslah. Bahwa Ibu kost harus terus tegar menghadapi kehidupan selanjutnya adalah makna kepahlawan seoramng istri dan Ibu bagi putra-putranya adalah value lain yang ingin diraih ketika melepaskan cintanya. Bahkan cintanya tidak untuk wanita yang lain melainkan kembali kepada Yang Maha Kuasa. WollohualamBiShowab...

 












Minggu, 05 Mei 2013

Tarbiyyah Tapi Bukan )I(

Mengalami penurunan aktivitas ruhiyah bagi saya sangat menyedihkan dan merasa kering. Sebelum semuanya menjadi kian parah maka perlu kiranya saya ikut dalam sebuah sistem pendidikan yang serng disebut dengan Tarbiyyah. Sistem ini sudah lama saya ikuti. Alhamdulillah berhasil. Ada kalanya iman seseorang itu naik dan juga turun Yazzidu wa yankusu, meskipundalam grafiknya jika digambarkan secara agregat maka grafik keimanan seseorang itu pasti naik (disampaikan oleh Ibu Dyah tempat saya kajian hari Jum'at di Puspanjolo Semarang). Tarbiyyah adalah sebuah sistem kelompok / microteaching yang dilakukan untuk memantau malan yaumi kita sehari-hari. Hal itu yang memacu diri saya terus dalam kelompok kecil itu yang sering saya sebut ngelingkar atau bahasa para aktivis dakwah adalh kholaqoh atau biasa disebut Liqo.

Hal-hal yang bisa dievaluasi meliputi ammalan yaumi atau amalan harian yang meliputi antara lain : sholat tepat waktu, sholat sunah tahajud, sholat sunah dhuha, tilawah dengan target tertentu, sholat sunah rowatib, shoum sunnah, menghafal ayat-ayat al qur'an dan hadist atau sekedar membaca hadist arbain, dzikir pagi dan petang, bersedekah, membaca buku,tadabur alqur'an dan beberapa modifikasi tarbiyyah yakni melakukan kebersihan di rumah, berolah raga, bersilaturrahim. Semua sesuai kesepakatan tentu saja. Para peserta Tarbiyyah yang sering disebut mentee akan diberikat targetan-targetan sesuai kemampuannya dan kemudian akan dilakukan pengecekan secara berkala serta dievaluasi oleh seorang mentor. Hal ini yang membuat saya selalu tertarik dengan tarbiyyah sejak saya kuliah di s1 di UNSOED dahulu. Hingga saya bekerja di Jakarta tetap dalam dekapan Tarbiyyah.Sebenarnya saat SMA juga sudah memulai Tarbiyyah ini namun belum sangat intens, Baru setelah kuliah intens bertarbiyyah. Dan saya sangat merasakan manfaatnya.

Sebenarnya yang mengadakan liqo atau bahasa modernnya mentoring untuk saat ini banyak sekali. Yang paling terkenal adalah dari PKS. Namun setelah Tarbiyyah di PKS juga harus berpolitik maka banyak sebenarnya para penggemar tarbiyyah PKS yang masuk dalam barisan sakit hati (BSH) nya PKS. Why? karena teryata banyak yang mengikuti mentoring adalah untuk  menjaga malan yauminya, sedangkan untuk berpartai mereka sudah memilih partai yang lain bukan PKS atau memilih untuk tidak terlalu vokal/kelihatan memilih pada salah satu partai. Menjadi netral-netral saja, bukankah itu juga pilihan yang sebaiknya kita hormati.

Akhir-akhir ini ternyata mulai marak para penyuka Tarbiyyah mungkin saya sebut Tarbiyyah Holic saja ya biar tidak terdengar seram dan berat yang mulai mengambil sikap seperti para BSH saat diputuskan bahwa Tarbiyyah must be ber PKS. Menurut saya wajar saja menyikapi fenomena ini, silahkan saja berkembang.  Bahkan tidak setiap Tarbiyyah Holic itu memilih berdakwah diluar dalam partai, bisa dengan dakwah yang lain bukankah dakwah itu luas. Namun menjaga amalan yaumi agar tetap baik bagi kita adalah harus. Maka tak mengapa menurut saya jika kita menjadi Tarbiyyah Holic namun tidak berPKS.  Menurut saya biasa-biasa saja. Kenapa biasa-biasa saja? Karena ternyata di Semarang saya bertemu teman-teman yang mengalami fenomena bertarbiyyah yang seperti saya. Subhanalloh begitu cintanya Alloh sama hambanya yang mau beristiqomah. Maka selalu dibukakan jalan ketika Istiqomah itu kita upayakan dengan tindakan tanpa  meninggalkan untuk terus memohon dalam doa kepada Alloh SWT agar kita terus diistiqmahkan di jalan ini. 

Saat saya di Bekasi, sekitar tahun 1999 - 2000 saya juga sempat bertarbiyyah bersama salah satu kelompok mikroteching dibawas salah satu mentor. Finally saya tahu bahwa mentoring tersebut dari partai yang lain selain PKS yakni partai yang saat ini santer dengan beritanya Pak Susno Dhuaji dan kepandaian ketuanya Prof Yuzril Ikhza Mahendra. Toh mereka juga boleh menyelenggarakan mentoring juga tho. Bahkan di mesjid Al azhar di Jakarta Selatan dan Al Azhar Bekasi juga diselenggarakan mentoring yang diinisiasi oleh remaja masjid Al Azhar. So melakukan mentoring saat ini adalah hak siapa saja. Yang pasti itu adalah cara saja / metode untuk kita lebih baik dalam menjalani hidup dengan lebih baik. 

Melakukan amalan yaumi (amalan harian) sendirian tentu saja sulit buat saya pribadi. ketika kita masuk dalm sistem mentoring maka itu menjadi alat pemacu bagi diri kita dan tentu saja menambah teman untuk saling mengingatkan kearah kearah yang lebih baik. Tadi malam saya di sms teman untuk sahur agar harinsenin bisa shoum sunnah. Hal yang membahagiakan buat saya. Mengenai materi tentang agama, sbenarnya bisa didapat diluar mentoring. Maka sebaiknya mengaji ditempat lain juga diperlukan untuk menambah ilmu agama yang kemudian bisa kita amalkan dalm kehidupan kita. Selain mengevaluasi amalan yaumi ternyata kita juga diberikan targetan yang lain agar hidup kita menjadi balance. Misalnya membaca buku, dengan diberikannya targetan membaca buku maka itu akan memacu diri kita untuk mau membaca. Awalnya memang dipaksa tapi lama kelamaan sudah menjadi kebiasaa. Karena awal kebiasaan karena dipaksa itu juga merupakan salah satu cara so itu positif. 

Bagi teman -teman di Semarang yang tertarik dengan cara/ metode yang saya ikuti dalam menjaga amalan yaumi serta kualitas hidup yang positif bisa menghubungi ukhti Ugi di 087731114441. Mentoring ini dilakukan seminggu sekali dan masih baru di Semarang. Tarbiyyah tapi bukan PKS dan bukan juga partai yang lain. Yuk bersama-sama terus memperbaiki diri agar senantiasa diberikan keteguhan iman sehingga bisa menjalani hidup dengan lebih berkwalitas dan bermanfaat bersama-sama. Tidak ada pungutan apapun semua gratis dan tambah teman. Kalu kita bisa bersama - sama lebih baik kenapa juga sendirian untuk menjadi lebih baik. Wollohu alam biishowab.


Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...