Dengan kondisi pondok yang sangat sederhana, yakni atap seng atau asbes atau baja ringan dan lantai mester biasa tidak pakai keramik kami tidur beramai ramai. Satu kamar berisi lima belas santri, dengan alas kasur dengan ketentuan dari pengurus pondok. Setelah banagun kasur dilipat ditumpuk di pojokan dan ruangan lapang jika bukan waktu tidur. Makanannyapun sangat sederhana misalnya sayur dengan lauk tempe goreng, tahu isi, tempe gembus, telur sesekali dan ayam atau lele kira - kira sebulan sekali. Alhamdulillah berkah, yang saya rasakan makan makanan apa saja terasa enak kalau di pondok. Really....Biasanya pondok juga disokong oleh para donatur atau para muhibbin pondok. Kalau di pondok Nurul Haromain ini ada yang support beras, sayuran, buah-buahan atau lauk. Biasanya mereka para pedagang. Saat dagangannya masih banyak dan tidak terjual para pedagang ini mengirimkan ke pondok untuk makan santri. Di pondok ada dapur umum, ada dapur dhalem. Dapur umum biasanya dipakai untuk mamasak bagi para santri yang ikut makan dari pengurus pondok dengan membayar iuran makan. Sedangkan dapur dhalem adalah dapurnya Abah Yai untuk menyediakan masakan untuk Abah Yai sekeluarga beserta para tamu yang berkunjung ke pondok. Untuk makan santri yang mandiri mereka biasanya membeli makanan di kantin pondok, dimana kantin dikelola oleh para santri khubbar ( mbak atau kang) yang sudah besar - besar yang sudah lama mondok disitu dan berkhidmat mengurus kantin. Jika ada kiriman bahan makanan, baik sayur, buah ataupun lauk seperti ayam atau ikan biasanya dikelola oleh dapur ndalem kemudian dibagikan kesemua santri baik yang ikut makan bersama pengurus maupun yang makan mandiri yang membeli di kantin. Santri mandiri yang membeli makan di kantin harus sudah mondok minimal setahun dan ditahun pertama mondok harus menjadi santri yang makan dengan ikut pengurus pondok.
Kadang aku suka terheran - heran di pondok Nurul Haromain itu uang Rp.50,- perak masih laku lho. Uang tersebut masih laku untuk membayar uang ganti gas kalo kita ikut masak mie rebus satu pcs. Biasanya nyewa kompor sama mbak- mbak yang juga menjual makanan di dalam pondok. Biasanya mbak - mbak yang sudah lama tinggal di pondok untuk mengabdi, namanya mbak Hikmah istrinya kang Tajar yang ngurusi pengairan di pondok. Mereka tinggal disitu hingga punya tiga puteri. Yang paling besar dulu muridku di MI Ma'arif Nurul Haromain kelas tiga. Alumni yang berkhidmat seperti kang Tajar dan keluarga itu banyak di Nurul Haromain. Selain mengurusi sarana dan prasarana pondok, mereka para ustadz dan ustadzah mengajar kitab dan menerima setoran hafalan Al qur'an. Mereka hidup dengan sangat sederhana. Ada yang sambil menjual makanan kecil ada yang kang santrinya menjadi kuli bangunan di sekitar kampung di sekitar pondok. Tapi ada juga yang sarjana sehingga bisa mendapatkan pekerjaan kantoran di Jogja. Tapi overall ya lulusan SMK dan bekerja dengan penghasilan yang minim. Tapi mereka kulihat tidak pernah mengeluh, mereka hanya ingin mendapatkan barokahnya mondok dengan berkhidmat hingga tahun keberapa juga mereka tidak tahu seridho Abah Yai saja. Kalau Abah Yai memerintahkan pulang ya pulang sering disebut boyong. Kalau belum ya berarti masih terus berkhidmat di pondok. Karena apa yang dikatakan Abah Yai bagi santrinya adalah titah.
Ketika menjadi santri Nurul Haromain saya mempunyai pengalaman perdana ziarah walisongo dan Madura (kyai kholil Bisri Bangkalan). Di sunan Gunung Jati Cirebon nampak banyak mobil - mobil pribadi merk - merk mahal seperti alpard dll, ya mereka orang kayanya NU. Namun memang tidak saya temui tempat istirahat, untuk sekedar ngobrol sejenak di daerah tempat ziarah yang exclusive, semuanya serba merakyat dan sederhana. Orang - orang kayanya NU juga biasa nongkrong di tempat - tempat sederhana di sekitar tempat ziarah, begitu juga kyai-kyainya. Yang menurut saya bagus. Biasanya para kyai NU itu menitipkan anak - anaknya di pondok pesantren teman - temannya yang sesama Kyai juga, dan tetap pondok pesantren yang sejenis yaitu pondok pesantren salaf yang sederhana. Jadi mereka sangat paham kondisi akar rumput mereka. Semua punya fasilitas sama, baik santri yang anak kyai maupun santri keturunan para habib yang keturunan arab.
Mondok di Nurul Haromain, saya merasakan belajar yang sangat manusiawi. Ini berbeda dengan swasana belajar di sekolah umum. Belajar di pondok itu tidak abai dengan masyarakat. Misal ada yang wafat ya ngajinya libur dulu para santri takziah, Jika ada yang syukuran lahiran anak ya ngajinya libur dulu para santri mengadiri syukuran, kalau ada undangan keluar misal diundang untuk menghadiri pengajian atau utnuk mengisi dzikir Alkhidmah ya kita keluar pondok menghadiri undangan tersebut. Biasanya naik bus atau truk jika jaraknya dekat. Jadi mondoknya tidak bosan, tidak di dalam pondok terus, tapi ada acara keluar, dan itu sangat menyenangkan bagi para santri karena mendapatkan makanan yang berbeda dari biasanya di pondak dan tentu saja bonus jalan -jalan.
Untuk materi ngaji kitab di madrasah diniyah Nurut Tauhid menggunakan kitab jawa pegon dari kelas Shiffir Hingga Alfiyah. Biasanya ngaji kitab di madrasah diniyah itu malam hari ba'da isya hinggaj jam 22.00 WIB. Kalau pagi jam 09.00 - 11.00 WIB itu biasanya ngaji kitab Riyadhus Sholihin, Tafsir Jalalen, Fathul Muin, dan untuk khusus santri putri saat Ramadhan adalah kitab ahlaq Bidayatul hidayahnya Imam Ghazali, biasanya diajar langsung oleh Bu nyai. selain ngaji kitab di pondok pesantren Nurul Haromain juga ada takhfidz Qur'an. Biasanya yang menghafal Qur'an dimulai saat usia SMK atau Madrasah Aliyah. Kalau santri putri diperbolehkan untuk mengambil kelas kitab dan takhfidz tapi bagi santri putra diminta memilih sama Abah Yai untuk mengambil salah satu saja, misalnya kitab saja atau takhfidz saja. Pertimbangannya dari urf (kebiasaan) saja ,kalau santri putri biasanya mampu, tapi kalu santri putra biasanya tidak sanggup kalau untuk mengambil dua kelas sekaligus.
Abah Yai sangat ideal dalam visinya. Kalau pesantren ya tentu saja ingin mencetak para kyai. Jadi kalau kita mendengarkan kajian biasanya Abah Yai menyampaikan kajian ba'da maghrib dan ba'da shubuh ,dengan diselipkan motivasi yakni kalian sedang kulakan ilmu makanya dicatat nanti sewaktu - waktu kulakanmu laku kamu sudah siap. Selain ngaj, santri yang besar - besar (khubbar) biasanya yang sudah lulus SMK atau MA dibebankan khidmah ( mengabdi). Macam- macam bentuk pengabdiannya. Ada yang pandai ya mengajar jadi ustadz, ada yang pintar dan punya uang ya dirorong untuk mondok lagi diluar negeri ada yang di Turkey ( untuk Tahfidz), ada yang di Yaman, dan ada pula di Abuya Syeikh Ahmad di Makkah. Kalau tidak punya kemampuan dalam kepintaran ya mengabdi sebisanya. Misal memasak untuk keluarga kyai, memasak untuk para santri, menjaga dan merawat putra / putri dan cucu Abah Yai, jadi driver Abah Yai dan Ibuk dll. semua dikerjakan oleh para santri yang berkhidmat. Jadi kyai ya tugasnya belajar, ngajar, memimpin wirid, melayani masyarakat dan mendoakan umat. Selain berpikir perkembangan pondok sebagain tugas pokoknya.
Itu saja sekilas tentang pondok salaf NU Nurul Haromain Kulonprogo. Last but not least alhamdulillah berkesempatan mondok entah dengan alasan apapun qodarulloh itu terjadi. Lain kali aku ceritakan ya tentang pengalamanku yang lain selama empat tahun di pondok. Semoga bermanfaat... Wallohu a'lam bii showab...