Minggu, 22 Maret 2015

Api Tauhid

Membaca novel kang Abik ( Habiburrahman El shirazi) tentu kita akan teringat novel laris fenomenal "Ayat - Ayat Cinta". Saya ingat sekali, saat membaca novel "Ayat -Ayat Cinta " cukup membutuhkan waktu enam jam saja, mulai pukul 19.00 WIB - 01.00 WIB. Waktu itu tentu produktifitas membacaku masih lumayan bagus lantaran waktu itu masih duduk dibangku kuliah. Setelah sekian lama baru tergerak lagi untuk membc novel kang Abik yang terbru yang berjudul "Api Tauhid". Sebelum ini sebenarny ada beberapa karya kang Abik yang luput dari bacaan saya sebut saja Ketika Cinta Bertasbih, Bumi Cinta dn mungkin sudah ada beberapa lagi yang lainnya. 

Well....jika dalam "Ayat-Ayat Cinta." para pembaca diajak menjelajah melalui tulisan kang Abik ke Mesir, maka pada novel "Api Tauhid" ini pembaca diajak untuk menjelajah Turki. Menurut saya menarik untuk mengambil latar lokasi cerita di Turki. Belum lama ini nampak bertebran di media sosial foto presiden Turki Erdogan yang berpose diruang kerjanya dengan mengganti gambar Mustaf Kamal Attattruk dengan gambar tokoh legenbdaris muslim Muhammad Al Fatih pada dinding di salah satu runag ruang kerja Erdogan. Sungguh, saya kok merinding memperhatikan berkali-kali foto itu. Nampaknya bisharah / kabar gembira akan dibukannya kembali peradaban Islam di Eropa bahkan dunia. 

Novel "Api Tauhid" ini menginspirasikan sosok ustdz legendars Turki Badiuzzaman Zaid Nursi. Buat saya pribadi tokoh ini menarik, lantaran biasanya yang sering disebut-sebut oleh masyarakat muslim adalah Muhammad Al Fatih. Ternyata masih ada khasanah inspiratif dari Turki selain Muhammad Al Fatih.

Selasa, 10 Maret 2015

Sekilas Tentang Kerelawanan (Lanjutan)

Pemerintah Indonesi juga mulai memandang pentingnya peran kerelawann dlm pembangunn bangsa. Untuk meningkatkan kerelwanan dlam pembangunan bangsa. Untuk meningkatkn kerelawnan dan meningkatkan kapasitas relawn di Indonesia, pada bulan Agustus 2003 Kementrian Ketenga kerjaan dan Trnsmigrasi bekerja sama dengan UNDP membuka Pusat Pengembangan Kerelawanan (Volunteer Development Center atau VCD). Di samping sebagai pusat informasi relawan dan kerelwanan di Indonesia, VDC juga berfungsi sebagai forum bagi relawan, organissi kerelawanan dan stakeholder yang lain untuk saling bertukar informasi, pengetahuan, skill dan keahlian. 

Hampir semua LSM baik organisasi karitas, organisasi pelayanan masyarakat dan orgnissi advokasi membutuhkan relawan. Bahkan partai - partai politik juga memerlukan jasa relawan. Sayangnya, banyak lembaga yang hanya melibatkan relawan untuk kegiatan - kegiatan yang bersifat incidental saja, belum mensinergikan relawan dalam struktur lembaga sebagai bagian penting lembaga yang juga memiliki peranan penting untuk mencapai visi dan misi lembaga serta untuk berkelanjutan pencpian misi lembaga di masa mendatang. Potensi kerelawanan masih digunakan sebatas untuk menanggulangi berbagai masalah yang diakibatkan bencna alam dan penyakit, belum disinergikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial secara lebih strategis. Akibatnya, relawan tidak dikelola secara profesional dan akhirnya lembaga akan kehilangan media  kmpanye yang efektif dan modal sosial (social capital) yang sangat mahal. Yang akhirnya, lembga akan kehilangan dukungan publik dlam memperluas gerakan sosial. \

Oleh karena itu  pern relawan perlu dipandang sebagai salah satu sumber daya lembaga yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai visi dan misi lembaga. Karena relawan perlu dikelola secara profesional di mana sistem pendekatan manajemen kerelawanan yang dipakai hampir sama dengan sistem manajemen staf lembaga. Dengan adanya sistem manajemen kerelwanan yang bagus maka peran dan fungsi relawan akan dapat menjadi optimal dan akhirnya dapat membantu lembaga dalam mencapai misi lembaga. 

*Sumber buku Panduaan Manajemen Kerelawanan terbitan PIRAC 

Sekilas Tentang Kerelawanan

Kerelawanan merupakan sumbangan masyarakat bagi pengembangan pembangunan masyarakat sipil. Relawan memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan sektor nirlaba khususnya organisasi nirlaba (LSM). Masyarakat sipil yang kuat hanya mungkin dibangun dengan dukungan keberadaan organisasi nirlaba yang berdaya dan filantropi yang efektif.

Kerelawanan juga merupakan proses pendidikan masyarakat. Tidak ada seorang pun bersedia menjadi relawan tanpa menanyakan " saya bekerja untuk apa?" Lembaga harus menjelaskan isu apa yang sedang diperjuangkan secara menarik sehingga hati dan pikiran calon relawan menjadi terbuka serta secara suka rela bersedia menyumbangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membantu lembaga mencapai visi dan misi lembaga. Relawan memiliki peranan penting dalam (1) filantropi,(2) fundraising (seorang relawan dapat menjadi donatur yang sangat loyal),(3)kaderisasi,(4) peningkatan akuntabilitas lembaga, dan (5) sebagai penghubung antara lembaga dan publik (vital link).

Masyarakat sipil yang kuat dapat dipastikan memiliki tingkat kerelawanan yang tinggi. Kita dapat mengambil contoh Amerika, United Kingdom, Kanada, dan Belanda yang secara umum telah dikenal sebagai negara yang sangat mengutamakan kerelawanan dan kerelawanan telah menjadi suatu tradisi kuat yang menjadi gaya hidup masyarakat. Di Amerika, 55% penduduk Amerika terlibat dalam dunia kerelawanan, prosentase tersebut terdiri dari 49% pria dan 61% perempuan, sekitar 70% menjadi relawan di lembaga - lembaga nirlaba, 20% menjadi relawan di organisasi pemerintahan, dan 10% menjadi relawan untuk lembaga profit misalnya rumah sakit, panti asuhan. Di Amerika, siapapun dapat menjadi relawan. Setiap relawan menyumbangkan waktunya sekitar 4,2 jam.

Di UK, ada sekitar 22 juta relawan. Waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di UK selama satu minggu adalah sekitar 90 juta per minggu dan hal ini berarti para relawan telah memberikan kontribusi ke negara tidak kurang lebih 40 milyar pounsterling per tahun. Kerelawanan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Cyntia P Scheneider dari American Women's Club mengatakan bahwa dari hasil penelitian di 22 negara menunjukkan kerelawanan di Amerika sama dengan 10,5 juta pekerjaan full - time. Pada tahun 2000, lebih dari 6,5 juta orang Kanada menjadi relawan. Rata-rata seorang relawan menyumbangkan waktunya sekitar 162 jam per tahun, yang berarti waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di Kanada kira-kira,1,05 milyar jam. Hal ini sama dengan 549.000 pekerjaan full-time (National Survey of giving, volunteering, and participating in 2000)

Di negara-negara tersebut diatas, kerelawanan sudah menjadi elemen penting  untuk pembangunan perekonomian  negara dalam masyarakat sipil. Sehingga pengelolaan kerelawanan menjadi salah satu prioritas negara. Di setiap propinsi setiap negara memiliki Pusat Kerelawanan atau volunteer Center sebagai pusat informasi dan pengelolaan kerelawanan. Bahkan di setiap lembaga yang membutuhkan jasa relawan pasti memiliki divisi khusus yang bertanggung jawab terhadap manajemen kerelawanan lembaga. Di bulan November 1997, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan tahun 2001 sebagai international year of volunteer (IVY) dengan tujuan utama ditingkatkannya pengenalan (regocnition), fasilitasi (fasilitation), jaringan (networking), dan promosi (promotion) kerelawanan. IYV diharapkan dapat menciptakan suatu peluang unik untuk menunjukkan prestasi jutaan relawan di seluruh dunia dan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan kerelawanan.

Dalam budaya Indonesia kerelawanan sebenarnya bukan hal baru. Sejak jaman dahulu, kerelawanan sudah mengakar dalam tradisi dan dipratekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerelawanan yang paling umum dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah gotong royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembangunan sarana sosial, perkawinan, maupun kematian. Para pemuda, orang tua, dan wanita secara suka rela memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang dan sarana sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan di perkotaan, nilai - nilai kerelawanan sudah mulai luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga lebih memilih membayar orang atau mewakilkannya ke pembantu dari pada harus terkena giliran.

Namun demikian, seiring dengan menjamurnya lembaga nirlaba atau LSM di Indonesia paska - reformasi dan rentetan bencana alam serta kerusuhan yang kuantitasnya lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, semangat kerelawanan (voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity) nampak semakin menonjol. Bahkan Prof. Mitsua Nakamura, research fellow di Harvard University mengatakan bahwa meningkatnya kerelawanan dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil (civil society) dan kemungkinan besar dapat menjadi sebuah faktor  politik yang penting di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil tersebut harus dipertahankan bahkan diperkuat agar semangat solidaritas kemanusiaan dan kerelawanan di masyarakat Indonesia tidak hilang.

Kamis, 05 Maret 2015

Kerelawanan (Volunterism)

Kerelawanan atau Volunterism adalah segala bentuk bantuan yang diberikan secra suka rela untuk menolong orang lain. Sedangkan relawan adalah seorang yang secara suka rela (uncoerced) menyumbangkan waktu, tenga pikiran, dan keahliannya untuk menolong orang lain (help others) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji ats apa yang telh disumbangkn (Unremunerate).
Menjadi relawan adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan komitmennya terhadap sebuah visi tertentu.

Dilihat dari pola pelaksanaannya ada tiga pola kerelawanan yang saat ini berkembang. Pertama, kegiatan kerelawanan yang dilakukan oleh individual dan tidak dikoordinir oleh lembaga atau organisasi tertentu. Aktivitas ini banyak berlangsung di masyarakat, namun sulit untuk diukur atupun diteliti karena dianggap sebagai kegiatan rutin harian. Kedua, kegiatan kerelawanan yang dikoordinir oleh kelompok, organisasi atau perusahaan tertentu, namun bersifat insidentil atu dilakukan secara tidak kontinyu. Misalnya, kegiatan bakti sosial dan donor darah dalam rangka ulang tahun lembaga atau perusahaan. Ketiga, kegiatan kerelawanan yang dikelola kelompok atau organisasi secara profesional dan kontinyu.
Pola ketiga ini ditandai dengan adanya komitmen yang kuat dari relawan (baik tertulis maupun lesan) untuk terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan. Adanya aktifitas yang rutin dan kontinyu, serta adanya devisi atau organisasi yang khusus merekrut dan mengelola para relawan secara profesional. 

Relawan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu : 
Pertama, relawan jangka panjang, adalah relawan yang memiliki kepedulian dan komitmen tinggi terhadap suatu isu, misi, atau kelompok tertentu dan tersedia mendedikasikan diri untuk memperjuangkan isu/visi yang diyakininya dalam jangka waktu tertentu. Relawan jangka panjang memiliki ikatan emosi yang kuat baik dengan lembaga maupun isu atau program yang sedang dilakukan oleh relawan lembaga. Biasanya relawan tipe ini memiliki ikatan yang kuat terhadap isu/ tugas yang sedang dikerjakan dan sejalan dengan lamanya partisipasinya dalam suatu lembaga maka nilai, identitas diri dan ras kepemilikan terhadap isu / tugas lembaga yang akan meningkat. 

Umumnya, relawan jangka panjang direkrut melalui slah satu cara berikut :
Rekruitmen sendiri  (memiliki kepedulian dan komitmen terhadap suatu isu dan berusaha menemukan dan bergabung dengan lembaga / wadah yang dapat mewujudkan komitmen dirinya). Ketertarikan diri terhadap isu atau lembaga yang berkembang semakin kut (ikatan batin dengan suatu isu atau lembaga tumbuh menjadi lebih kuat).dan relawan (bergabung dengan lembaga karena ajakan staf atau relawan yang sudah bergabung terlebih dahulu). Karena semakin lamanya bergabung dan semakin meningkatnya kapasitas relawan dalam suatu isu atau atau program, relawan jangka panjang dapat dilibatkan dalam penentuan diskripsi tugas relawan, bahkan relawan tersebut dapat berinisiatif untuk menambahkan atau memodifikasi tugas-tugasnya. Bahkan apabila diperlukan mereka juga bersedia meluangkan lebih banyk waktu dan tenaganya agar misi yang diembannya tercapai. Pengakuan atau reward dari lembaga akan semakin memperkuat komitmen dan keterlibatannya dalam pencapaian misi lembaga. 

Relawan jangka pendek, adalah relawan yang bergabung dengan suatu lembaga hanya dalam jangka waktu tertentu. Biasanya relawan tipe ini memiliki kepedulian terhadap suatu isu tetapi tidak menganggap isu atau keterlibatannya dalam lembaga tersebut sebagai suatu prioritas dalam hidupnya. Relawan jangka pendek sebelum bergabung dengan sutu lembaga akan memastikan terlebih dahulu tentang deskripsi tugas yang akan mereka lakukan dan berapa lama komitmen yang harus merek berikan ke lembaga tersebut. Mereka hanya bersedia melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan jangka waktu lama. Relawan jangka waktu pendek biasanya direkrut oleh suatu lembaga melalui salah satu cara berikut : mereka tertarik bergabung dengan sutu lembaga karena tertarik dengan diskripsi tugas relawan, bukan pada misi lembaga. Mereka terekrut melalui kegitan. Kegiatan atau event -event lembaga ,biasanya mereka tertarik pada jenis event atau kegitan yang dilkukn oleh suatu lembaga dan mereka bergabung dengan sutu lembaga karena ajakan teman. 

Agar suatu lembaga dapat memiliki cukup relawan jangka panjang, maka lembaga harus memiliki kegitan promosi internal yang bagus dengan cara memberikan pengakuan atau recognition baik formal maupun informal ke relawan yang dimiliki, memberikan tugas-tugas yang jelas menarik dan menantang, serta perlahan - lahan meyakinkan mereka agar bersedia memberikan komitmen yang lebih lama. Semua hal ini dapat dilakukan apabila lembaga memiliki design dan sistem manajemen kerelawanan yang efektif. Design dan sistem manajemen kerelawan dan disusun secara sistematis serta memandang program kerelawanan sebagai salah satu bagian dari komponen utama lembaga dalam upaya mencapai misi lembaga. 


** Dikutip dari  Tri sugirto Forum Peduli Bencana Indonesia.

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...