Selasa, 10 Maret 2015

Sekilas Tentang Kerelawanan

Kerelawanan merupakan sumbangan masyarakat bagi pengembangan pembangunan masyarakat sipil. Relawan memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan sektor nirlaba khususnya organisasi nirlaba (LSM). Masyarakat sipil yang kuat hanya mungkin dibangun dengan dukungan keberadaan organisasi nirlaba yang berdaya dan filantropi yang efektif.

Kerelawanan juga merupakan proses pendidikan masyarakat. Tidak ada seorang pun bersedia menjadi relawan tanpa menanyakan " saya bekerja untuk apa?" Lembaga harus menjelaskan isu apa yang sedang diperjuangkan secara menarik sehingga hati dan pikiran calon relawan menjadi terbuka serta secara suka rela bersedia menyumbangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membantu lembaga mencapai visi dan misi lembaga. Relawan memiliki peranan penting dalam (1) filantropi,(2) fundraising (seorang relawan dapat menjadi donatur yang sangat loyal),(3)kaderisasi,(4) peningkatan akuntabilitas lembaga, dan (5) sebagai penghubung antara lembaga dan publik (vital link).

Masyarakat sipil yang kuat dapat dipastikan memiliki tingkat kerelawanan yang tinggi. Kita dapat mengambil contoh Amerika, United Kingdom, Kanada, dan Belanda yang secara umum telah dikenal sebagai negara yang sangat mengutamakan kerelawanan dan kerelawanan telah menjadi suatu tradisi kuat yang menjadi gaya hidup masyarakat. Di Amerika, 55% penduduk Amerika terlibat dalam dunia kerelawanan, prosentase tersebut terdiri dari 49% pria dan 61% perempuan, sekitar 70% menjadi relawan di lembaga - lembaga nirlaba, 20% menjadi relawan di organisasi pemerintahan, dan 10% menjadi relawan untuk lembaga profit misalnya rumah sakit, panti asuhan. Di Amerika, siapapun dapat menjadi relawan. Setiap relawan menyumbangkan waktunya sekitar 4,2 jam.

Di UK, ada sekitar 22 juta relawan. Waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di UK selama satu minggu adalah sekitar 90 juta per minggu dan hal ini berarti para relawan telah memberikan kontribusi ke negara tidak kurang lebih 40 milyar pounsterling per tahun. Kerelawanan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Cyntia P Scheneider dari American Women's Club mengatakan bahwa dari hasil penelitian di 22 negara menunjukkan kerelawanan di Amerika sama dengan 10,5 juta pekerjaan full - time. Pada tahun 2000, lebih dari 6,5 juta orang Kanada menjadi relawan. Rata-rata seorang relawan menyumbangkan waktunya sekitar 162 jam per tahun, yang berarti waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di Kanada kira-kira,1,05 milyar jam. Hal ini sama dengan 549.000 pekerjaan full-time (National Survey of giving, volunteering, and participating in 2000)

Di negara-negara tersebut diatas, kerelawanan sudah menjadi elemen penting  untuk pembangunan perekonomian  negara dalam masyarakat sipil. Sehingga pengelolaan kerelawanan menjadi salah satu prioritas negara. Di setiap propinsi setiap negara memiliki Pusat Kerelawanan atau volunteer Center sebagai pusat informasi dan pengelolaan kerelawanan. Bahkan di setiap lembaga yang membutuhkan jasa relawan pasti memiliki divisi khusus yang bertanggung jawab terhadap manajemen kerelawanan lembaga. Di bulan November 1997, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan tahun 2001 sebagai international year of volunteer (IVY) dengan tujuan utama ditingkatkannya pengenalan (regocnition), fasilitasi (fasilitation), jaringan (networking), dan promosi (promotion) kerelawanan. IYV diharapkan dapat menciptakan suatu peluang unik untuk menunjukkan prestasi jutaan relawan di seluruh dunia dan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan kerelawanan.

Dalam budaya Indonesia kerelawanan sebenarnya bukan hal baru. Sejak jaman dahulu, kerelawanan sudah mengakar dalam tradisi dan dipratekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerelawanan yang paling umum dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah gotong royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembangunan sarana sosial, perkawinan, maupun kematian. Para pemuda, orang tua, dan wanita secara suka rela memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang dan sarana sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan di perkotaan, nilai - nilai kerelawanan sudah mulai luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga lebih memilih membayar orang atau mewakilkannya ke pembantu dari pada harus terkena giliran.

Namun demikian, seiring dengan menjamurnya lembaga nirlaba atau LSM di Indonesia paska - reformasi dan rentetan bencana alam serta kerusuhan yang kuantitasnya lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, semangat kerelawanan (voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity) nampak semakin menonjol. Bahkan Prof. Mitsua Nakamura, research fellow di Harvard University mengatakan bahwa meningkatnya kerelawanan dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil (civil society) dan kemungkinan besar dapat menjadi sebuah faktor  politik yang penting di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil tersebut harus dipertahankan bahkan diperkuat agar semangat solidaritas kemanusiaan dan kerelawanan di masyarakat Indonesia tidak hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...