Minggu, 16 Juni 2013

Islam, Kapitalisme, dan Filantropi

Beberapa waktu lalu dalam film Iron Man 3 disebut salah satu karakter Tony Stark / Iron man adalah Philantropist. Apa sebenarnya filantropi, dan itu berarti kapitalisme, pantas untuk dikembangkan di sini? kalau tidak, adakah pilihan lebih baik yang kita miliki? Tulisan ini akan menjawab beberqpq pertanyaan diatas. Untuk itu pertama-tama disini akan dipertegas terlebih dahulu posisi moral penulis atas fenomena kapitalisme, dan kaitannya dengan filantropi, kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi sosial untuk tidak menggunakan istilah filantropi yang lebih cocok bagi masyarakat Indonesia. Sebagai parameter untuk tulisan ini penulis akan menerapkan sejumlah kaidah dalam tradisi Islam. Tentang difinisi filantropi sendiri penulis mengacu pada penelitian umum dan buku tentangnya sebagai konseptualisasi praktek memberi ,uang atau sumber daya lain termasuk waktu, baik kepada perorangan,suatu misi,ataupun organiosasi derma,atas dasar rasa kecintaan kepada manusia.

Islam dan Kapitalisme

Islam sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur'an (Al Baqarah:275), secara kategoris membedakan dua cara penciptaan kekayaan bagi seseorang yakni perdagangan dan rente (riba). Cara pertama adalh cara yang halal, sedang cara yang kedua adalah cara yang haram.Al qur'an bukan cuma tegas dalam hal ini tapi juga keras dalam ayat yang lain yang mengikuti ayat diatas (Al baqarah:278) Al qur'an mengatakan bagi mereka yang tidak juga menghentikan praktik riba tentang"akan datangnya peperangan dari Allah SWT dan Rosulnya ". Sebelumnya umat manusia juga diingatkan, bahwa Alloh akan memusnahkan riba dan menyuburkan kedermawanan (sedekah). Sebagaimana akan diuraikan dibawah nanti cara berdagang dan bersedekah,diatur dalam kaidah-kaidah yang dikenal sebagai muamalat. 

Kapitalisme, dalam perspektif Islam adalah suatu cara kehidupan yang didasarkan pada doktrin absolut tentang rente atau riba. Sedangkan riba adalah "setiap tambahan yang tidak dibenarkan atas nilai barang yang diserahkan terhadap nilai tandingan (dari barang yang diterimakan)'(Qodi Abu Bakr ibn Al Arabi dalam Akhkamul Qur'an).Dengan kata lain nilai yang diserah terimakan dalam suatu transaksi haruslah persis setara bagi kedua belah pihak. Lebih jauh sumber riba dapat diidentifikasi dalm dua hal, sebagaimana ditunjukkan oleh Ibn.Rush (Bidayatul Mujtahid),yaitu (1) penundaan pembayaran (disebut riba nasi'ah) dan (2) Perbedaan nilai (disebut riba fadhl/tafadul). Penting dipahami bahwa riba yang pertama ,merujuk kepada selisih waktu yang dilarang,dan riba al fadl merujuk pada selisih nilai yang dilarang.dengan kata lain ada penundaan waktu maupun perbedaan nilai yang dibolehkan dalam suatu transaksi.

Mekanisme rente/riba merupakan modus yang inherent di dalam negara konstitusional. Fungsi utama konstitusi adalh memastikan bahwa setiap warganya sebagi pembayar pajak. Pajak itu sendiri terdiri dari dua jenis yaitu pajak langsung yang ditarik tunai dari warga negara (PBB, PPh,PPn,Cukai, Materai,retribusi,dan seterusnya).dan pajak tidak langsung (infalasi dan seignorage) yang dirasakan terus-menerus. Pada titik ini, kita akan melihat bersatunya filantropi dan kapitalisme,kali ini dalam kaitan yang lebih kuat. Secara alamiah dukungan negara fiskal sebagai wadah kapitalisme, akan berlanjut kepada dukungan atas filantropi. Argumentasi negara fiskal terhadap filantropi pada dasarnya sama dengan argumentasi tentang fungsi negara itu sendiri sebagai penjaga kepentingan publik.Teorinya adalh dukungan pemerintah pada filantropi akan "meringankan"tugas negara.

Kebayakan negara fiskal di dunia ini, termasuk di Indonesia didesak untuk memberikan lingkungan kondusif bagi sumbangsih sektor swasta untuk kepentingan publik ini. Maka filantropi didorong dan dipromosikan melalui kebijakan resmi negara fiskal. Bentuk dukungan ini secara fungsional diberikan dalm bentuk insentif pembebasan atau pengurangan pajak. Pertama-tama suatu organisasi akan diakui formalitasnya sebagai sebuah badan hukum, bila terdaftar sebagai organisasi non pemerintah (OPN) di Indonesia lazim disebut sebagai LSM yang dalam konteks filantropi disebut sebagai sektor ketiga (juga dikenal sebagi sektor nirlaba), untuk membedakannya dengan pemerintah yang dikenal sebagai sektor pertama dan lembaga bisnis sebagai sektor kedua.

Kedua ONPatau LSM yang dalam konteks filantropi bersangkutan melalui prosedur tertentu lebih lanjut akan mendapatkan status sebagai donee, yakni lembaga yang diberi hak menerima sumbangan secara resmi. Untuk mendapatkan status doneesebuah organisasi nirlaba umumnya harus memenuhisekurangnya dua syara poko yaitu didirikan untuk tujuan publik dan pendapatan serta kekayaannya tidak untuk dibagikan kepada anggota dan pengurusnya, kecuali kompensasi sewajarnya atas pekerjaan mereka. Sebagai imbalan negara fiskal akan memberikan fasilitas pengurangan pajak bagi donatur lembaga yang bersangkutan,terutama untuk ONP yang memobilisasi dana dan menyalurkannya yang secara eksplisit menyatakan tujuannya untuk masyarakat miskin. 

Secara internasional,prosedur pendaftaran dan pengelolaan lembaga - lembaga filantropis bersamaan dengan lembaga lembaga penerima sedekahnya, ditata dalm suatu pola dengan sistemyang praktis  seragam(Saidi,et al,2007).Dasar pengaturan sektor nirlaba ini dilakukan dalam kerangka negara fiskal : suatu sistem politik modern yang sepenuhnya ditopang oleh pajak. Dalam negara fiskal,subyek yang diatur dan dikendalikannya baik individu,warga negara maupun lembaga (berbadan hukum), semata-mata diberi identitas tunggal: pembayar pajak. Identitas tunggal itu kemudian dikontrol dalam jajaran numerik berlabel Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam konteks inilah kita harus memandang bahwafilantropi telah memberikan dua keuntungan ganda bagi para kapitalis (kini disebut Filantropis):memberi mereka wajah humanis dan pada saat bersamaan insentif pembebasan atau pengurangan pajak.

Sampai disini secara kategoris,tampak bertolak belakangnya kapitalisme dan Islam,Kita dapat membandingkan  sandingan pasangan dua fenomena yang saling bertolak belakang tersebut, sebagai:kapitalisme filantropi dan Muamalat-Sedekah. Degandemikian meskipun secara sosiologis dapat ditunjukkan bahwa diseluruh dunia ini terdapat ekspresi-ekspresi filantropis dalam wajah yang berbeda-beda ( Fauzia and Der Meij,2006),tidaklah dapat taken for granted disebutkan adanya filantropi Islam,sebagaimana dilakukan pengamat (Bamualim,et,al 2006).Mereka yang menyatakan adanya filantripi Islam ini,secara tipical,memandang zakat,infak,sedekah,dan wakf (lazim disingkat sebagai Ziswaf),sebagai bentuk-bentuk filantropi Islam tersebut.


**Dikutip dari Telaah kritis oleh Zaim Saidi dalam jurnal Galang Edisi Agustus 2007




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...