Kamis, 01 Agustus 2013

Belajar dari Ibu Wiryaningsih

Berikut ini adalah ringkasan materi seminar keluarga beberapa bulan lalu bersama Ibu Wiryaningsih. Di kalangan para akhwat aktifis dakwah Ibu Wiryaningsih pasti sudah sangat femiliar. Dalam buku karangan Izzatul Jannah yang berjudul "10 bersaudara bintang Al-Qur'an" maka Ibu Wiryaningsih adalah ummi pencetak 10 bersaudara bintang Al qur'an itu. Seperti apa seminar keluarga yang dibawakan oleh Ibu Wiryaningsih, silahkan simak tulisan saya sebagai berikut (berasa akan membuat kultwitt saja ini bahasanya, maklum saya termasuk  salah satu korban twitter).

Setiap anak dilahirkan dengan kondisi fitrah/bersih/suci. Dalam tarbiyatul aulad Fitrah anak-anak terlahir dalam keadaan Islam, disebutkan bahwa "Alastu biirobbikum qolu balaa Syahidna." Bahwa sesungguhnya setiap bayi yang lahir di buka bumi ini membawa seperangkat muslim. Maka jika anak tumbuh menjadi yahudi, nasrani atau majusi bahkan keyakinan/agama yang lain maka sebenarnya itu bukan fitrahnya manusia itu dilahirkan, maka yang menjadikan manusia bukan muslim karena faktor lain misalnya orang tua, lingkungan dan lain sebagainya. Maka sering kita mendengarkan para penceramah agama/ ustadz/ustadzah sering memulai ceramahnya dengan raya syukur atas nikmat Iman, Islam kepada kita, yup karena tidak semua manusia diberikan nikmat Iman, Islam seperti kita. Maka kesyukuran sudah selayaknya senantiasa kita haturkan kepada Alloh SWT atas nikmat Iman dan Islam yang masih dan senantiasa melekat pada diri kita, InsyaAlloh hingga kelak maut memisahkan jiwa dan jasad kita, Amiin Ya Robbal Alamiin.

Bagaimana jika seorang anak berbeda keyakinan/ agama dengan orang tuanya? Misalnya saja orang tuanya muslim. Jika terjadi kondisi seperti ini maka doa yang dipanjatkan oleh anak kepada orang tuanya tidak akan pernah sampai. Sungguh sangat penting bagi kedua orang tua untuk bisa membentengi putra-putrinya agar senantiasa menjaga fitrahnya sebagai seorang muslim. Kenapa demikian? Lantaran disebutkan dalam sebuah Hadits Nabi yang menyinggung tentang doa anak yang sholeh kepada orang tuannya adalah salah satu amal jariyyah (amalan yang pahalanya tidak terputus meskipun seseorang tersebut sudah meninggal), kira-kira bunyi hadistnya sebagai berikut : " Jika anak adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu :Sedekah jariyyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan kedua orang tuanya, HR Buhkori). Maka pentingnya mendidik putra-putri agar senantiasa menjadi muslim dan islami adalah untuk meraih "waladun sholihun yad'ullah" atau anak sholih yang mendoakan kedua orang tuanya. Maka hal ini dijadikan frame atau way of life / minhajjul hayyah dalam parenting islami.

Kenapa doa anak shalih yang dijadikan pijakan utama dalm membangun frame parenting Islami ?  Karena dalam tradisi Islam mengenal "kehidupan setelah kematian". Seperti yang disampaiakan oleh kholifah Ali Bin Abi Tholib bahwa Dalam kehidupan setelah kematian nanti ada ruh yang bisa meraskan sakit atau tidak sakitnya perbuatan kita di dunia. Maka posisi orang-orang yang mahsan yakni orang yang berkwalitas dalam mencari bekal menuju kehidupan setelah kematian adalah yang paling beruntung, seperti mencetak kader anak-anak yang senantiasa mendoakan kedua orangtuanya adalah salah satu cara membangun manusia dalam kategori mahsan (berkwalitas). Definisi mahsan tentu berbeda dengan akhsan yang bermakna sebanyak-banyaknya. Karena bisa jadi banyak namun tak berkwalitas, maka target yang akan diraih adalah mahsan / berkwalitas.

Bagi orang yang beriman mengimani bahwa jasad adalh pemenjara ruh. Ketika ruh itu keluar dari jasad maka ia menjadi jiwa yang merdeka (tak banyak melakukan maksiat). Jadi antara ruh dan jasad itu ibarat ruh itu rajanya dan jasad itu tentaranya. Lantas dimana tempat bersemayamnya iman? Ternyata iman itu adanya dihati, Begitu juga cinta, tempatnya sama dengan iman yaitu di hati. Maka tak heran cinta itu tak memakai logika lantaran letaknya cinta itu di hati bukan di otak. Rosululloh mengajarkan kita untuk mengisi hati kita dengan cinta. Implementasinya adalh jika hati kita sudah diisi dengan iman kepada Alloh SWT maka akan menggerakkan jasad, Maka tak heran jika kitab-kitab Alloh SWT selalu diawali dengan pembahasan tentang ikhlas atau perkara terkait dengan hati. 

Maka jika kita melihat saat ini sebanyak tiga ribu  bayi yang digugurkan oleh ibunya, ada yang dibunuh oleh ibunya baik karena aborsi akibat pergaulan bebas atau karena tidak menginginkan mempunyai anak lagi  dapat dipastikan ibu tersebut mempunyai masalh dengan hatinya yakni tentang cinta yang bersemayam dihatinya. Bagimana agar kita kelak bisa menjadi perempuan yang mempunyai hati yang penuh iman dan cinta kepada anak-anaknya? Yang bisa dilakukan adalah, yang pertama menata diri. Hal yang paling mendasar dalm menata diri adalh terkait dengan penguatan aqidah kita. Aqidah erat kaitannya dengan keimanan kita terkait dengan keesaan Alloh / tauhid dan juga bagaimana memanage hati kita dari berbagai penyakit hati seperti suudzon, iri, dengki dan lain sebagainya. 

Yang kedua adalah memaksimalkan waktu. Perlu kita ingat bahwa setiap detik itu bermanfaat, maka cek apakah kita termasuk yang masih suka membuang waktu kita untuk hal-hal yang tidak bermanfaat atau tidak. Maka ukuran agar waktu kita itu tidak terbuang sia-sia adalah apakah waktu yang kita gunakan sudah bisa menghasilkan iman dan amal sholih. Adapun untuk parameter pilar sosial adalah "tawa shoubil haq watawa shoubis shobr." atau saling menasehati dalam kebenaran dan salaing menasehati dalam kesabaran. Sehingga bisa kita cek apakah waktu yang kita keluarkan dalm hidup ini dalm ranah/ dimensi sosial sudah mengacu pada frame mengingatkan kepada hal yang benar dan tentang kesabaran atau bukan terkait dengan kedua hal itu.

Perlu kita perhatikan fenomena berubahnya sifat para perempuan yang baik, sabar sebelum menikah dan sebelum mempunyai anak-nank yang akhirnya banyak yang terjebak dan berubah menjadi seseorang yang pandai bernyanyi dihadapan anak-anaknya, dan bisa menjadi panglima perang mengatur semuanya dan juga menjadi mempunyai kebiasaaan suka menunjuk-nunjuk dihadapn anak-anaknya. Waspadalah kita tidak boleh berubah dalam mengontrol kesabaran kita yang telah bersemayam dalam diri kita. Cara yang musti dilakukan dalam mendidik anak-anak tentu saja dengan melihat tahapan usia anak. Seorang Ibu jangan melewatkan tahapan usia Golden age anak-anaknya, yaitu  usia antara 0-14 tahun atau dalam tradisi Islam lebih common pada usia 0-7 tahun, dimana anak usia 7 tahun jika ia tidak melaksanakn sholat 5 waktu boleh dipukul. Caranya adalah senantiasa menjadikan rumahnya syuga bukan neraka, sehingga anak-anak betah dirumah dan nyaman bersama kedua orang tuanya. Maka tak perlu mencari kenyamanan diluar rumah. Adapun salah satu ciri anak-anak yang usianya berkah adalah anak-anak yang mempunyai kebaikan yang melampaui usia biologisnya. Maka jika ingin mendeteksi apakah kelak anak-anak kita termasuk yang berkatagori berkah usianya parameter ini bisa diterapkan. 

Sebagai ketua kewanitaan Salimah, Ibu Wiryaningsih juga consern kepada nasib para TKW kita diluar negeri. Beliau tidak setuju pemerintah memberikan izin mengirimkan TKW kita keluar negeri. Terlebih untuk para TKW ke negara Arab. Memang tidak semua tuan mereka di negara Arab tidak baik, tapi lebih kepada seorang ibu yang meninggalkan anak-anak dan swaminya. Tentu saja itu tidak sesuai dengan tradisi Islam. Langkah ketiga dalam mempersiapkan menjadi ibu yang baik adalh mulai hari ini walaupun sedikit. Bagi yang belum mempunyai anak, atau bahkan yang belum mempunyai swami, tanamkan dalm hati kita masing-masing nanti saat mengasuh anak pikirannya harus sampai kepada akhirat. Anak-anak kita adalah calon pemimpin untuk tiga puluh tahun mendatang, ini adalah salah satu cara yang terus ditanamkan dalam hati sehingga bersemangat dalam mendidik anak-anak. 

Sebenarnya sering terlupakan, sebenarnya siapa nanti yang akan ditanya oleh Alloh SWT tentang pendidikan anak-anak? Ternyata kelak di akhirat yang akan ditanya adalah sang ayah bukan Ibu. Kisah tentang keluarga Imron dalam Al - qur'an surat Ali imron adalah jawabannya. Disana terdapat kisah antara ayah dan anak dalam keluarga Ali imron. Ayah / Bapak adalah "Masulun 'An Roiyati". Maka sejak saat ini bagi yang belum menikah, tanamkan dalam hati untuk memilih swami yang mempunyai visi yang kuat , mempunyai idiologi untuk bisa mengumpulkan istri dan anak-anaknya kelak di syurgaNYA. Semoga bermanfaat, Wollohuala Bii Showab...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...