Rabu, 20 Februari 2013

Islam dan Profesionalisme


Kemarin, tepatnya hari selasa tanggal 19 Februari 2013 saya berkesempatan bersilaturrahim kepada teman-teman LAZISMU Semarang. Berawal dari lamaran saya untuk menjadi freelancer pada lembaga tersebut yang telah saya kirimkan beberapa minggu yang lalu. Kenapa LAZISMU yang saya pilih? Simple saja, terkait lokasi kantor. LAZISMU Semarang berkantor di Jl Wonodri depan Rumah Sakit Rumani yang berjarak tak jauh dari kostan saya berada.  Membayangkan menempuh bangku kuliah dengan  ditambah mengabdikan diri pada lembaga sosial dimana saya pernah mempunyai ilmu dan berkecimpung di dalamnya, mungkin akan sangat menarik dan semoga bermanfaat.

Pertemuan diawali dengan perkenalan dengan Mas Muhtarom ketua harian LAZISMU Semarang. Menceritakan kondisi yang ada di LAZISMU Semarang yang jangan pernah membayangkan seperti Dompet Dhuafa tempat dahulu saya pernah bekerja. Kecil sekali memang, Rp.200 juta per tahun adalah pendapatannya. Padahal ini kota besar, kota Provinsi Semarang. Melihat megahnya kantor pusat wilayah Muhammadiyah dan rumah sakit RUMANI rasanya tak percaya dengan kondisi ini. Yup...ada yang perlu dibenahi secara management, lantaran basis massa Muhammadiyah sepertinya juga besar.

Setelah bercerita panjang lebar dari pukul 14.00  WIB hingga pukul 17.00 WIB dengan diselingi istirahat sholat ashar, rasanya cukup untuk memulai melihat identifikasi permasalahan yang ada. Selain terkait management yang musti dibangun juga mengenai paradigma profesional yang masih bias perlakuannya bagi LAZISMU Semarang. Membangun lembaga yang profesional syaratnya adalah well fee. Bagaimana jika karyawan tidak diberikan gaji yang memadai? Tentu saja mereka tidak akan tenang dalam bekerja lantaran kebutuhannya belum tercukupi. Bahkan mungkin sekali karyawan akan mencari tambahan penghasilan yang akan membuyarkan fokus pekerjaan utamanya. Hal ini penting diperhatikan untuk membangun lembaga LAZ menuju profesional.

Hal kedua untuk membangun profesionalisme tentu saja membuat rencana strategis yang belum pernah dibuat. Terkait pengembangan lembaga satu tahun hingga lima tahun kedepan. Setelah Rencana strategi rampung, maka presentasikan kepada jajaran pengurus Muhammadiyah. Hal ini penting untuk diketahui terlebih dahulu sejauh mana komitmen para pengurus dalam mendukung LAZISMU Semarang. Bukan hanya itu pemetaan pengurus siapa yang mendukung dan siapa yang tidak atau kurang mendukung LAZISMU layak untuk dikaji. Ini penting lantaran LAZISMU berada dalam naungan Muhammadiyah.

Audiensi dengan pengurus diharapkan lancar, agenda selanjutnya dalah recruitmen karyawan baru.Tentu saja yang sesuai kaidah HRD Right man on the right place. Tahap selanjutanya adalah training-training dan up grade karyawan. Baik dari level ketua hingga staff-staffnya. Ini akan menjadi jalan panjang dalam sejarah training mereka, lantaran lembaga ini masih belum terjamah management LAZ, mereka otodidak meskipun pernah juga mengadakan anjang sana di LAZISMU Kendal yang telah mencapai pendapatan hingga Rp.2 Milyar selama setahun. Bismillah....jalan ini jalanNYA, bahkan profesi yang disebutkan di dalam al qur’an adalah amil zakat. Maka akan dimudahkan olehNYA jika kita hambaNYA bersungguh-sungguh. Amiin.

Rasa sedih sebenarnya yang saya rasakan ketika melangkahkan kaki keluar kantor LAZISMU Semarang. Lembaga Muhammadiyah yang besar yang aset-aset wakafnya luar biasa besar, ternyata belumlah berpihak nyata dan melihat lembaga LAZISMU nya untuk diberikan perhatian lebih dalam mensejahterakan ummat. Kenapa masih jauh meletakkan fondasi profesionalisme bagi lembaga-lembaga seperti ini? Bahkan mempunyai mimpi untuk membuat lembaga itu profesional juga tak tergapai. Ada apa? Pemahaman tentang profesionalisme yang dalam Islam merupakan pengejawantahan dari itqon ternyata gagal dibahasakan oleh lembaga sebesar ini. Menyedihkan.

Itqon berasal dari bahasa arab yang secara sederhana diartikan dengan rapi dan profesional.
Secara praktis, setidaknya ada empat hal penting yang membuat sebuah pekerjaan bisa dikatakan sebagai pekerjaan yang Itqon : Melakukan pekerjaan tanpa caat, Disiplin mentaati rambu-rambu dan tuntutan pekerjaan yang sedang dijalani, Melakukan pekerjaan pada waktu yang seharusnya (tidak menunda-menunda), Selalu berpikir untuk bisa mengembangkan pekerjaan itu, hingga tidak berjalan di tempat.

Dalam Hadits Rosul disebutkan : ‘sesungguhnya Alloh menyukai sesuatu pekerjaan bila kalian melakukan pekerjaan dengan rapi.” (HR.Abul Ya’la dan dishahihkan oleh Iman Al’albani).  Tradisi Islam saat ini dikenal hanya ritual saja bagi sebagian umatnya. Bahwa Jika berbicara Islam maka urusannya adalah datang ke Masjid, membaca Alqur’an dan lain sebagainya yang berbau ritual saja. Tradisi Islam belum mengakar dalam lini kehidupan sehari-hari termasuk dalam pekerjaan. Hingga budaya itqon saja masih asing di kalangan penggerak organisasi Islam.

Tugas kita bagi yang menemukan kondisi ini. Tentu saja dengan bersedih saja tak akan menyelesaikan masalah ini. Do something, untuk teman-teman LAZISMU Semarang kita akan bertemu pada sesi-sesi training yang dalam bayangan saya akan panjang. Mulai dari membangun organisasi hingga skill karyawan...,,  Well... I choose it. Yuk terus semangat “menanam”.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...