Maraknya Novel yang difilmkan
akhir-akhir ini sudah menjadi trend.
Menjadi menarik lantaran sebagai penikmat novelnya penasaran menjadi sepeti apa
versi layar lebarnya. Adalah Dee penulis kumpulan cerita Rectoverso. Membaca karya-karya Dee yang sarat
hal filosofis buat saya sangat menarik. Termasuk dalam Rectoverso. Rectoverso
bukanlah Novel, ini merupakan kumpulan cerita-cerita pendek yang dilengkapi
dengan cd berisi lagu-lagu. Akhir-akhir ini ditiru oleh para motivator muslimah
seperti Oki Setiana Dewi dalam Hijab I’m in love dan Febrianti Almeera dalam Be
Great Muslimah. Jika Dee menulis novel
atau kumpulan cerita beserta lagu maka kedua motivator muslimah tadi menulis
buku motivasi dan lagu. Mungkin juga Mas Ippho Santosa meniru gaya Dee dengan
menyertakan cd lagu beliau dalam salah satu buku motivasinya. Intinya, saat ini
sedang in menulis buku dan mengarang
lagu.
Menilik layar lebar Rectoverso
dengan membandingkan ansih dengan kumpulan ceritanya tentu tidaklah fair,
bukunya tentu lebih kaya. Namun menurut saya para sutradara muda dan pemula
sebut saja Olga lydia, Chatty Sharen, Happy salma, Marcella zalianty dan Rachel
Maryam berhasil memvisualisasikan buku Dee. Bagus!. Bertaburan artis-artis
berbakat negeri ini seperti Lukman sardi yang berhasil memerankan sosok abang, nampak
mewakili artis senior widyawati dan banyak lagi artis papan atas disana. Hingga
sebenarnya film tersebut menarik lantaran sutradaranya atau banyaknya
artis-artis papan atas yang memerankannya. Tentu bias, lantaran saya juga minim
pengetahuan tentang pembuatan film dari sisi lighting dan teknik-teknik perfilman yang lain yang itu menjadi
kriteria untuk menilai sang sutradara apakah bagus atau tidak karyanya.
Paling saya suka adalah kelompok
diskusi FIRASAT. Dimana dalam kelompok tersebut membahas tentang bagaimana
memaknai bahasa alam yang pada awal mulanya menyatu dengan diri manusia.
Sebelum manusia mampu menciptakan bahasa tentu saja. Dalam bagian cerita yang
lain tentang para backpecker yang
berdiskusi kecil disebutkan tentang Low
of attraction dan teori cheos. Dari benang merah kedua bagian cerita tentang
kelompok FIRASAT dan Beckpecker maka
ajarannya kembali kepada alam. Ajaran siapa ini ? Menurut saya ini merupakan
ajaran agama Budha.
Tidak buruk, baik dan
menenangkan. Hanya sebagai seorang muslim perlu berhati-hati mengkritisi apa
itu firasat? Bagaimana firasat dalam terminologi tradisi Islam?. Dalam club FIRASAT nampak ada salah satu
anggota yang berhijab, ini menggambarkan bahwa ajaran itu universal, memang
benar. Seperti yoga saja. Berlatih Yoga juga menenangkan. Dan yoga berasal dari
tradisi umat budha. Yoga yang saat ini masuk dalam bagian kebugaran tubuh tidak
menjadi masalah pula bagi umat yang lain yang memilih yoga sebagai sarana olah
kebugarannya.
Saya mengartikan firasat adalah
kepekaan hati kita dalam mengartikan apa keinginan Allah SWT atas diri kita.
Kepekaan hati ini dapat dilatih, dengan membersihkan hati dari penyakit-penyakit
hati seperti, dengki, sombong,arogan dan lain sebagainya. Membersihkan penyakit
hati bisa dengan taubatan nashuha dan berdzikir. Memperbanyak ibadah baik yang
sunah maupun yang wajib akan memancarkan mata hati. Maka sangat mungkin
bashiroh seseorang akan keluar. Orang-orang yang mempunyai bashiroh ini yang
menurut saya firasatnya akan benar. Saya sepakat dengan kesimpulan mengenai
firasat dalam film Rectoverso. Bahwa jika kita mempunyai bashiroh dan bisa
berfirasat dengan benar maka kita juga tidak bisa menghindari kejadian-kejadian
apa yang akan terjadi baik itu kejadian yang baik maupun kejadian yang
menyedihkan. Itu akan melahirkan keimanan. Iman kepada takdir, baik itu takdir
yang baik maupun takdir yang buruk. Yang saat ini istilah takdir seringkali
tidak femiliar diantara kalangan anak muda dan kaum-kaum profesional yang
sedang semangat-semangatnya bekerja untuk mengejar karir. Menonton film
rectoverso buat saya bukanlah final tapi
sebagai pemantik gagasan untuk untuk merenung/berkontemplasi, dan musti
ditambah value lain menurut pribadi
saya yang mencoba memahami hidup dengan tradisi Islam. Sehingga tidak bisa
menelan bulat-bulat apa yang disampaikan Dee dalam film tersebut.
Siapakah Dewi Lestari yang
bernama pena Dee? Menurut saya pemikiran Dee mirip atau sebelas dua belas
dengan Reza Gunawan (Pakar Holistik). Reza yang dulu rutin mengisi acara di O channel (salah satu TV lokal Jakarta) setiap
selasa pagi minggu kedua kalu tidak salah, sering sekali mengungkapkan
konsep-konsep terapinya. Seperti sini kini, accepted dan lain sebagainya.
Konsep accepted juga tergambar dalam Rectoverso saat musibah atau ujian melanda
maka terima keadaan itu. Setelah jiwanya menerima baru bisa move up untuk
memulai merehabnya.
Begitu dekatnya
pemikiran-pemikiran Dee dengan Reza. Hingga suatu ketika mereka dikabarkan
menikah. Ketika buku Rectoverso terbit, Dee masih berstatus istri Marcel
siahaan. Reza dan Dee adalah sahabat ternyata. Saya ingat betul saat Reza
ditanya kenapa menikah dengan Dee? Apa karena saling mencintai? Reza menjawab “saya
tidak tahu memberi nama apa hubungan antara saya dan Dewi, mungkin di sini
bentuk yang tepat untuk menggambarkan hubungan saya dengan Dewi adalah
pernikahan”. Saat itu Dewi nampak speachles....dalam
hati saya berkata...”Dewi pengen dengar bahwa Reza mencintainya seperti para
perempuan pada umumnya, namun ternyata Reza berkata lain. Nah loh.......”
Marcel Siahaan termasuk dalam daftar penyanyi yang
menyanyikan lagu firasat yang sebelumnya dalam cd Rectoverso dinyanyikan oleh
Dee dan saat ini dalam layar lebar original
soundtraxnya dinyanyikan oleh Raisa. Semuanya bagus tapi saya paling suka
versi Raisa. Lagu yang lain curhat sahabat yang dinyanyikan oleh Acha Septriasa
ditemani Toh Pati lumayan bagus, namun saya lebih suka dinyanyikan oleh
penyanyi aslinya Dee. Lagu Malaikat juga tahu dinyanyikan ulang oleh Glen
Friedly dengan versi piano, not too bad namanya
juga Glen gitu loh.....namun saya sudah terbiasa mendengarkan versi aslinya
jadi akan saya sediakan dua-duanya dalam playlist saya versi Glen dan Dee.
Saya memberi nilai film ini delapan saja, ini sudah mendapatkan A. Namun ada
kritik saya kepada para sutradara-sutradara di Indonesia. Kenapa juga musti
narsis ikut tampil dalam filmnya? Meskipun hanya selintas menurut saya tidak
perlu. Tugas sutradara itu di belakang layar, kalau mau didalam filmnya ya
sebagai artis saja jangan sebagai sutradara. Tidak hanya kelima sutradara
Rectoverso ini saja yang narsis masuk dalm film, namun beberapa film-film
Indonesia yang pernah ada seperti Hanung Bramantio dalam Perahu Kertas serta
dalam Habibi dan Ainun turut masuk narsis dalam film. Jika filmnya bagus
nantinya juga penonton akan terpancing untuk cari tahu siapa sutradaranya, atau
masyarakat juga akan aware dari
peliputan para wartawan. Kalau toh tidak ada yang meliput juga sudah dibayar
oleh produsernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar