Siang ini suasana kampus menjadi agak riuh
lantaran salah satu professor tempat saya mengajar menunjukkan beberapa ujian
yang take home yang disinyalir copy paste. Tidak sama persis,
namun ada beberapa tulisan yang sama baik tanda titik, komanya. Mungkin copy
paste dan dirubah sedikit. Atau digabung dengan pekerjaan teman yang lain
atau di mixed. Lucu ya? Mungkin ditempat anda yang kuliah hal semacam
ini tidak terjadi. Mungkin juga sama keadaannya. Ada beberapa hal yang bisa
kita ambil hikmah dari kejadian tersebut diatas.
Yang pertama menjadi dosen memang harus tegas.
Apalagi dalam menghadapi era korupsi yang menggila seperti ini. Nilai-nilai
idealisme perlu juga untuk dipupuk meskipun terkadang akan disambut negatif
oleh para mahasiswa yang malas untuk mengerjakan tugas. Sebenarnya bukan
masalah mengerjakan tugas-atau tidaknya justru lebih kepada behavior
para mahasiswa dalam menyikapi tugas. Terkadang terfikir, kalau mengerjakan
ujian take home yang sudah diwanti-wanti jangan sama dengan yang lain saja
masih sama, lha bagaimana mahasiswa malas itu mau membaca buku. Heran saja
melihatnya. Apa tidak sayang uang yang dikeluarkan untuk membayar kuliah yang
tidak murah namun kesempatan belajar dengan "menikmati belajar" yang
sebenarnya tidak pernah tersentuh.
Jika seperti itu maka saya akan menganalisa lebih
jauh siapa-siapa mereka. Yup mereka anaknya orang-orang kaya yang sepertinya
belum paham bagaimana mencari uang dan membelanjakannya dengan baik. Bagaimana
mendapatkan uang untuk bisa kuliah dan bagaimana bisa menikmati belajar di
bangku kuliah dengan segala konsekwensinya, membaca buku, mengerjakan tugas dan
lain-lain.Hal yang lain adalah tuntukan dari orang tua. Menjadi orang tua yang
bijak harusnya mengenal putra-putrinya, apakah putra-putrinya suka belajar atau
tidak. Kalau tidak suka belajar, hendaknya tidak usah dipaksa untuk melanjutkan
kuliah di bangku S2. Salah-salah malah putra-putrinya menjadi generasi copy
paste tugas.Apakah sebagai orang tua anda tidak merasa sedih jika
putra-putri anda seperti itu.
Hal yang sebenarnya menjadi bahan renungan saya
pribadi adalah bagaimana untuk lebih memahami orang lain. Terkadang bahkan
orang yang mengalami peran hidup tersebut tak paham akan apa perilakunya namun
kita dengan kepekaan kita bisa melihat dan mengambil hikmah dari suatu
kejadian. Itulah pentingnya kita mengasah hati agar peka terhadap
kejadian-kejadian yang untuk dimasa yang akan datang tidak boleh kita lakukan.
Dalam satu group chatting ada salah satu teman yang meminta
seperti apa tugasnya untuk dijadikan pencerahan terhadap tugasnya karena belum
mengerjakan. Bahkan sudah diingatkan kalau proffesor tersebut tidak boleh sama
tugasnya. Maka sang teman merayu untuk tetap dikirimi email akan tugas itu.
Dengan pesan "jangan dibuat sama ya". Dan "ya" jawaban si
teman.
Kepekaan pertama adalah culture jawa.
Orang jawa itu terkenal dengan subosito, unggah ungguh. Jika
sudah dibilang profesor itu tidak boleh sama. Mestinya sebagai sama-sama orang
jawa akan tidak melanjutkan permintaannya. Tapi ya seperti itu kejadiannya.
Kepekaan hati menjadi mati lantaran ambisius untuk bisa mengumpulkan tugas
tanpa mau mengerjakannya sendiri.Apa sih bedanya ambisi dan ambisius? Orang
yang mempunyai ambisi jika menginginkan sesuatu dia akan berusaha tapi tetap
melihat benar atau salah atau pantas atau tidak pantas akan langkah yang ia
lakukan dalam mencapai tujuannya. Tapi ambisius itu seseorang yang mempunyai
keinginan tertentu tapi segala cara baik itu pantas atau tidak pantas, sopan
atau tidak sopan tetap menempuh cara-cara itu. Misalnya mahasiswa s2 punya
ambisi untuk lulus s2 tapi caranya jika ada tugas itu mengerjakan sendiri,
masuk kuliah maka itu wajar jika mahasiswa tersebut disebut berambisi untuk
lulus S2. Namun bagi mahasiswa yang ambisius maka ia akan malas mengerjakan
tugas maunya copy paste, datang kuliah juga malas maunya nitip absen,
tapi ingin lulus S2 itu mahasiswa yang ambisius karena perilkaunya tidak sesuai
dengan apa yang menjadi tujuannya. Semoga kita semua dijauhkan dari menjadi
pribadi yang ambisius. Amiin YRA.
Hikmah yang lain adalah adanya percakapan dalam
salah satu group chatting yang intinya semua orang bagaimana
mencapai tujuannya sendiri. Ada yang sibuk mencari tiket agar bisa pulang ke
Semarang lantaran besok pagi diminta menghadap sang professor, ada yang dengan
bangganya lantaran tidak termasuk dalam daftar yang ketahuan copy paste pada
kenyataannya dia hanya mengubah beberapa bagian yang akhirnya sama-sama harus
mengulang/merevisi tugas tersebut.Ah...kali ini sang professor berbaik hati.
Para mahasiswa dipersilahkan untuk membuat revisi atas tugasnya kembali untuk
besok dikumpulkan lagi. Itu juga sang professor dimaki-maki dalam group
chatting tersebut. Astaghfirullohaazdim ya saat ini seperti
itu perilaku anak-anak muda kita. Maunya serba praktis dan kalau mau enak terus
saja mintanya yang enak, gak mau susah. Lha wong dimarahi karena malas kok
membalas mengumpat dosennya. Ya Robbi...jauhkan kita dari sifat-sifat yang
tidak mau mengaca pada diri sendiri sebelum menghujat orang lain.
Ada lagi salah satu teman yang sepanjang
perkuliahan mengomel lantaran tugasnya banyak di copy paste. Hikmahnya
adalah waspada. Dan tak perlu marah-marah, jelaskan saja kepada Bpk professor
apa yang terjadi, jika sudah tidak boleh ya sudah, kalau masih boleh ya
buktinya bisa diberikan kesempatan revisi. Itu gunanya melobi dosen/professor.
Jadi buang-buang waktu percuma untuk marah, misuh-misuh itu juga westing
time. Bahkan untuk hal misuh-misuh ini juga tidak ada yang meminta maaf
kepada anda atas kelakuan nya meng copy paste padahal jelas tidak untuk
dicontek ketika diberikan tapi untuk pencerahan bahasanya teman-teman.
Pencerahan itu dari hasil membaca tugas teman maka bisa membuat tugas yang
mempunyai kerangka atau skema yang mirip,bukan copy paste comot sana
sini jadi deh tugasnya dinamain namanya sendiri.
Ini tugas di kampus, nanti di dunia kerja juga
ada model manusia seperti itu. Kerjaan teman sukannya diaku-aku kerjaannya
dihadapan boss. Hati-hati terjebak pada kebiasaan praktis yang kalau tidak
disadari bisa menjadi perilaku yang berulang dan menjadi karakter. Mulai
latihannya ya dari saat ini juga, model peristiwanya ya skala kita mahasiswa.
Kalau ada yang seperti itu istighfar bahkan tidak perlu menunggu mereka meminta
maaf telah melakukan kesalahan, pasti juga sudah tidak merasa bersalah, Why?
karena mungkin sudah menjadi kebiasaan polanya dari saat kuliah S1 dulu. Bahkan
kita ketemu mereka juga sudah sama-sama setua ini maka waspadalah untuk
tugas-tugas mendatang jika dirasa akan malah menjadi beban selanjutnya buat
kita untuk mengulang tugas maka cukup kita, dosen dan Alloh saja yang tahu.
Last but Not Least gelar S2 atau
gelar apapun itu sebenarnya tidak penting ya untuk dikejar, maka yang
benar adalah setialah pada yang benar, do the right think and Do The
think right . Para calon mertua juga tidak perlu ambisius untuk mempunyai
menantu yang lulusan S2 sehingga nanti dalam undangan pernikahannya bisa
ditulis gelarnya. Para perempuan juga bersikaplah biasa saja sama
mahasiswa S2, jangan merasa keren jika punya pacar atau calon swami yang S2
karena belum tentu dia termasuk dalam kategori yang berambisi mendapatkan gelar
S2, karena saat ini banyak lho yang ambisius untuk meraih gelar S2. Bahkan saat
ini lulusan S2 itu sudah biasa sekali, karena sudah umum lulus S2, bukan hal
yang istimewa.
Penyikapan terbaik terhadap kuliah S2 itu memang
relatif bagi beberapa kalangan. Dulu ada kakak kelas saya pandai, tapi tidak
ingin melanjutkan S2 saat para kakak kelas berbondong-bondong kuliah S2. Saat
saya tanya kenapa tidak kuliah S2? Jawabnya "mendingan uangnya saya puter
untuk yang lain Nop." Alasan lain selain jam kerjaannya yang padat di
kantor yang kerap menyita waktu kakak kelasku itu. Lain lagi dengan sahabat
saya dulu di kantor, dia cerdas, lulusan 3 besar terbaik di jurusan teknik
sipil saat kuliah S1 di Universitas Indonesia, tapi juga tidak ingin
melanjutkan S2, "S2 apa ya kalau ingin kuliah?" katanya...saat saya
dan teman membicarakan aktifitas dikampusnya via handphone. Suatu hari sahabat
saya berucap saya juga mau kuliah S2 saham. Karena dia sudah menikmati hasil
dari investasi saham tentu saja. Begitulah sebenarnya cara menyikapi apakah mau
kuliah S2 atau tidak. Sehingga dalam perjalanannya menjadikan kita sebagai mahasiswa
yang punya ambisi untuk lulus menjadi bergelar magister dan bukanlah
menjadi mahasiswa yang ambius saja. WollohualambiiShowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar