Rabu, 14 Januari 2015

Kifarat

Hari ini saya berkesempatan bertemu seorang donatur perempuan yang berkonsultasi tentang kifarat. Kifarat adalah denda yang dibayarkan untuk menebus kesalahan, kira-kira demikian. Pada case hari ini, donatur ini merasa pernah mengeluarkan kalimat - kalimat yang disinyalir mungkin menjadi penghambat akan kehamilannya. Berawal dari pasangan swami isteri yang berterapi kepada seorang theraphis untuk terapi kehamilan. Pasangan ini menikah sudah tiga tahun dan belum diberikan momongan. Saat terapi perempuan donatur kami, ditanya oleh teraphis, apakah pernah mengeluarkan kalimat untuk menunda hamil setelah menikah. Ternyata memang setelah menikah donatur saya ini, sempat berucap untuk entar-entar saja dulu untuk mempunyai momongan.

Sang terapis menyarankan untuk membayar kifarat, jika ada kifarat yang harus dibayar. Begitu hati-hatibnya ya kita selaku manusia yang penuh alfa hendaknya dalam menjaga lesan. Bisa jadi kejadian betul apa yang kita kesankan. "mulutmu harimaumu." Well...ternyata kifarat itu ada dua jenis menurut saya, setelah saya searching-searching di google...maklumlah bukan ustadz. Kifarat pada kasus donatur kami ini termasuk jenis kifarat yang pertama yakni kifarat karena nadzar, atau ucapan. Jika karena nadzar misalnya seseorang bernadzar khusus jika mencapai sesuatu akan melakukan sesuatu tentunya yang tidak bertentangan dengan syari'ah maka wajib hukumnya nadzarnya ditunaikan. Jika tak ditunaikan maka wajib membayar kifarat/denda. Yang berupa : yang pertama memerdekakan budak atau berpuasa selama tiga hari berturut-turut, atau memberi makan  sepulub orang miskin dengan takaran seorangnya adalah sebesar 544 gram gandum atau kurma atau beras. 

Kifarat selanjutnya atau yang kedua adalah kifarat yang lebih  setingkat lebih berat dari jenis kifarat yang telah saya tuliskan diatas. Yakni jika seorang muslim melakukan hubungan swami istri saat bulan puasa atau seorang swami yang menyetubuhi istrinya saat haid maka kifaratnya adalah : Membebaskan atau memerdekakan buda, atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin (ukurannya 544 gram beras untuk seorang miskin). Ketentuan diatas bersumber dari hadist. Wollohu alam bii Showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...