Jumat, 09 Januari 2015

Syafrudin Prawiranegara (Lanjutan)

Sang istri berjualan sukun goreng.

Syafrudin Prawiranegara, mantan kepercayaan presiden dan wakil presiden RI, Soekarno - Hatta, terkenal dengan kesederhanaannya dan kesahajaannya. Ia mengajarkan itu kepada ister dan anak-anaknya. Lily, istri Syafrudin, terbiasa mengalami perjalanan hidup yang berat bersama swaminya.

Sebagai diberitakan Republika, Lily berjualan suku goreng untuk menghidupi empat anaknya yang masih kecil. Mereka adalsh Icah, Pipi, Farid dan Khoid. Perjuangan itu dijalani Lily selama swaminya berada di Sumatera menjalankan tugas negara. Saat berjualan sukun, ada protes dari Icah.

"Kenapa kita tidak minta bantuan saja pada om Karno  dan wakil Presiden Om Hatta serta Om Hengky (Sri Sultan Hamangku Buwono IX
"Ayahmubsering mengatakan kepada ibu agar kita jangan bergantung pada orang lain, Icah. Kalau tidak penting sekali jangan pernah meminjam uang, jangan pernah berutang,"jawab Lily. "Tapi apa ibu tidak malu? Ayah orang hebat, keluarga ayah dan ibu juga orang hebat.' "Iya sayang. Ibu mengerti, tapibdengarkan ya. Yang membuat kita boleh malu adalah kalau kita melakukan hal - hal yang salah seperti mengambil milik orang lain yang bukan hak kita, atau mengambil uang negara. Itu pencuri namanya. Orang - orang mungkin tidak tahu, tapi Allah tahu." kata Lily memberikan penjelasan kepada anak sulungnya.

Farid, anak keempat Syafrudin membenarkan perjuangan ibunya, yang pernah berjualan sukun goreng untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membeli susu bagi adek Farid yang masih kecil. "Ya, saya pernah mendapat cerita dari ibu. Ibu sayatidak malu berjualan   goreng dan tidakmengeluh ditinggalkan suaminya untuk melaksanakan tugas negara," kata Farid  yang telah menjadi pengusaha dan dikenal seebagai akuntan. Usai mengucapkan kata - kata itu Farid tertunduk. Kemudian tangannya mengambil kaca mata dan meletakkan di atas meja. Telunjuk tangan kanannya mengusap setetes air yang keluar dari kedua matanya."Maafkan saya. Saya tidak bisa menahan kesedihan kalau mengingat kembali kisah itu,"katanya.


Keteladanan Sang Menteri Miskin

Sikap Syafrudin Prawiranegara memang memiliki dedikasi tinggi dakam menjalankan tugas dan sangat nementingkan bangsa, negara, serta rakyat. Ia mengabaikan dirinya, keluarganya bahkan kehidupannya. "Pak Syaf (Syafrudin)  berani berkorban. Dan sebagai pemimpin, ia mendahulukan yang dipimpinnya. Mempunyai visi dan misi mau dibawa kemana yang dipimpinnya," kata Muhtar Mandala, tokoh masyarakat Banten yang juga dikenal salah satu bankir di Indonesia.

Sikap Syafrudin yang tidak mau mengambil uang negara yang bujan haknya, merupakan contoh bagi seluruh anak bangsa ini. "Saat ini Indonesia sedang mengalami krisiskepemimpinan. Sulit menemukan tokoh panutan, yang diikuti kehancuran moral" lanjutnya. Muhtar berharap kepemimpinan yang ditunjukkan Syafrudin dan para pejuang lainnya terus disampaikan kepada para pemimpin dan generasi muda, agar mereka dapat nengambil pelajaran. Sikap Lily yang lebih memilih berjualan sukun goreng untuk membeli susu anaknya dan mencukupi kehidupannya,daripada menyuruh suaminya untuk jorupsi, juga patut diketahui keluarga para pejabat saat ini.

Wartawan dari kantor berita Nasional Antara mengajak beberapa warga kampung Sukasari, kelurahan Pegadungan, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Pandeglang, untuk mengobrol mengenai Syafrudin. Wartawan yang sudah berada di kedai kopi ingin melihst reaksi mereka. Tanggapan yang hampir sama disampaikan warga tersebut. Mereka menyatakan salut debgan sikap Syafrudin dan kekuarganya. "Harus begitu kalau jadi pemimpin, jangan ajimumpung. Mentang - mentang menjadi pejabat, berusaha mencari peluang untuk menambah kekayaan," kata Tonny, salah satu warga. "Itu namanya pemimpin yang top, dan keluarganya juga top," timpal Badruzaman, sambil mengacungkan ibu jari. "Jadi pemimpin dan keluarga pemimpin itu harus siap susah. Janfan rakyatnya makan singkong, dia dan keluarga malah pesta newah," lanjutnya.

*Dikutip dari kebiasaan sehari - hari para guru bangsa karangan Agus Nur Cahyo.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...