Jumat, 21 Desember 2012

Ekonomi dan Bisnis UNDIP

Kemarin saya berkesempatan memasuki kampus s1 fakultas Ekonomi dan Bisnis UNDIP di Tembalang. Pembangunan gedung kampus baru ini belum selesai pembangunannya. Masih terlihat banyak tukang sedang mengerjakan pekerjaan finishing pada jembatan yang menghubungkan antara dua gedung. Kampus ini nampak modern dan bersih. Dari masing-masing koridor ruang kelas dalam gedung dilengkapi meja kursi seperti di caffe yang digunakan oleh para mahasiswa mengerjakan tugas atau mengobrol sembari menunggu dosen untuk memulai mata kuliah. Tidak hanya itu, nampak televisi-televisi flat terpampang pada masing- masing bagian dinding yang menambah nyaman suasana diluar kelas.

Antara satu gedung dan gedung yang lain dihubungkan dengan koridor-koridor dengan pernak-pernik ornamen menambah keindahan koridor kampus ini. Nampak pula taman-taman yang mulai tumbuh tumbuhan-tumbuhannya. Kelak jika mereka sudah tumbuh subur dan besar, maka saya yakin keasrian kampus ini akan tercipta dan sangat nyaman. Di taman-taman disediakan kanopi-kanopi beserta kursi-kursi layaknya di caffe taman, nampak disana mahasiswa-mahasiswa mengobrol dan berdiskusi sembari mengerjakan tugas atau ngobrol santai sembari menunggu mata kuliah selanjutnya. Asyik menurut saya. 

Di area parkiran nampak penuh dengan motor-motor berjubel, saat saya kesana hingga kesusahan mencari parkir, saking banyaknya para mahasiswa berkendaraan motor. Tahun 2013 yang akan datang beberapa hari lagi mungkin akan bertambah lagi motor yang diparkir. Mengapa demikian? ya, lantaran pihak kampus akan memberikan larangan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang bermobil untuk membawa mobilnya. Memang kemarin terlihat pinggir jalan sepanjang depan kampus nampak mobil berderet disana, banyak mobil dengan plat B berderet di depan kampus. Itu adalah deretan mobil para mahasiswa kampus fakultas Ekonomi dan Bisnis UNDIP.

Diantara fakultas yang lain yang ada di UNDIP, fakultas ini sudah terkenal dengan para  mahasiswa yang tergolong kaya. Maka tak heran banyak mahasiswa yang membawa mobil untuk datang ke kampus. Bagi mahasiswa yang kurang mampu saya rasa juga akan minder untuk kuliah di fakultas ini. Bayangkan saja, biaya kuliah per semester adalah Rp.8 juta rupiah. Dalam satu angkatan kampus ini bisa membuka 7 kelas untuk satu jurusan (manajemen), tiap kelas berisi 60 mahasiswa. Ini belum termasuk jurusan yang lain IESP dan Akuntansi. 

Mempunyai gedung yang bagus, fasilitas penunjang seperti perpustakaan, laboratorium yang bagus memang sudah menjadi keharusan. Namun apa benar harus mahal kuliah itu? mengingat UNDIP merupakan salah satu universitas negeri. Di dinding- dinding gediung, dan dibawah televisi - televisi  flat yang terpajang nampak inventaris berasal dari donasi Djarum Fondation. Ini patut ditiru oleh universitas-universitas yang lain, bahwa pembangunan gedung dan berbagai fasilitas penunjang yang lain bisa dengan menggandeng Corporate  Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan. Hampir setiap perusahaan mempunyai budget untuk CSR.

Tingginya biaya kuliah per semester sebaiknya diimbangi dengan banyaknya beasiswa yang dapat diperoleh oleh mahasiswa terutama bagi mahasiswa yang kurang mampu. Informasi pada awal sebelum kuliah tentu sangatbagus disampaikan sehingga kampus negeri semacam UNDIP tetap menjadi kampus rakyat tidak sama dengan kampus swasta yang hanya terkenal dengan biayanya yang mahal. Perimbangan berapa persen mahasiwa beasiswa dan mahasiswa berbayar full juga musti jelas didalam kebijakannya. Ini mencegah bahwa kampus negeri seperti UNDIP kehilangan basisnya sebagai kampus rakyat.

Hal yang patut kita cermati jika kampus diisi oleh anak- ank orang kaya sebagai mahasiswanya, maka akan nampak sepi pusat kegiatan mahasiswa (PKM). Meskipun belum diteliti lebih lanjut, namun dari pengamatan saya, yang mau menjadi aktifis kampus / organisasi biasanya adalah bukanlah para mahasiswa yang kaya raya. Mahasiswa yang kaya cenderung lebih pragmatis, mereka kuliah, cari makan yang enak, nonton film dan berbagai kegiatan yang mereka bisa beli dengan uang mereka. Mengapa demikian? mereka terbiasa hidup enak dan tak mau susah. Dalam pikiran mereka juga pragmatis. Toh nanti kalau sudah lulus relasi atau channel dari orang tua mereka banyak yang bisa dititipi untuk bekerja pada salah satu perusahaan bergengsi. Mohon maaf bagi para mahasiswa yang merasa anaknya orang kaya namuntetap menjadi aktifis kampus, karena saya yakin jumlah anda sedikit saja.

Dampak jika kegiatan mahasiswa sepi, maka pengkaderan bagi para aktifis adalah mati atau kering. Hal ini menjadi tidak bagus bagi keberlangsungan proses kepemimpinan di negeri ini. Bisa dibayangkan jika negeri ini miskin aktifis, bagaimana nasib bangsa kedepan? Bayangkan saja jika nanti negeri ini diisi oleh orang-orang yang biasa hidup enak dan pragmatis, lantas seperti apa wajah kepemimpinan di negeri ini?. Maka perlu kita waspadai akan kebijakan-kebijakan kampus baik yang berasal dari top down yakni kebijakan pemerintah pusat terkait misalnya kampus yang tak bersubsidi dan lain sebagainya, bisa saja ini memang by design untuk membuat kering dunia aktifis kampus.Maupun kebijakan dari masing - masing kampus terkait biaya.


Jika aktifis kering / sepi maka sudah jelas salah satu kondisi yang menakutkan bagi penguasa negeri ini sirna sudah. Masih ingat dengan gerakan para aktifis tahun 1998? seperti itu hebatnya para mahasiswa pada era itu. Mereka mampu menurunkan orang nomor satu di negeri ini dan menandai dibukanya era baru di negeri ini dari era orde baru menjadi era orde reformasi. Itulah peran penting aktifis kampus. Masihkah kita bisa berharap kepada kampus-kampus negeri seperti UNDIP sebagai salah satu pencetak pemimpin - pemimpin bangsa dimasa mendatang? Tentu saja kita tidak boleh berhenti berharap, hanya saja perlu kritis dan bagi para dosen yang dahulunya aktifis juga hendaknya bisa berfikir sampai pada level seperti itu. Jangan hanya berfikir mencetak executive-executive muda yang sukses dalam karier saja, namun lebih dari itu. Executive-executive muda yang berguna bagi bangsa kita tercinta ini. Wollohualam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...