Rabu, 24 September 2014

Wajah Politik Kita Saat Ini


Kemarin sepulang kerja menyalakan TV. Ada 3 saluran TV swasta nasional yang menayangkan pembacaan vonis terkait mas AU dalam kasus Hambalang. Biasanya saya malas menyimak sidang-sidang seperti itu, cukup tahu hasilnya saja berapa tahun penjara titik. Namun kemarin saya terkesima dan ikut menikmati suguhan berita politik yang menyangkut salah satu politisi kita yang mantan aktifis HMI itu. Dalam perguliran kronologi kejadian memang motifnya adalah ingin menjadi presiden RI. Memang kursi RI 1 memang jabatan paling prestisius bagi para politisi, jabatan selanjutnya yang juga prestisius adalah pembantu R1 1 yakni menteri.

Untuk menjadi presiden mas AU mengambil jalan menjadi ketua partai Demokrat, dan banyak ketua partai yang ingin menjadi presiden. Which is jalan menjadi presiden adalah menjadi ketua partai terlebih dahulu. Demikian juga untuk menjadi seorang menteri, para politisi harus menjadi petinggi partai terlebih dahulu. Model politik transaksional yang dilakukan mas AU mungkin juga lazim dilakukan oleh para politisi lain, hanya saja mas AU secara politik dikasuskan yang konon oleh RI 1 saat ini (disampaikan oleh pengacara beliau Adnan Buyung Nasution) dan juga di kicauan twitter mas AU beberapa waktu lalu. 

Kalu dicermati saat ini ada jalan lain jikqa ingin menjadi Presiden atau menteri. Lihat saja Jokowi, tidak perlu menjadi ketua partai terlebih dahulu. Jokowi memulai karir kepemimpinannya dari menjadi bupati kemudian mkenjadi gubernur dan bisa menjadi presiden. Saat ini juga banyak bupati atau walikota yang berprestasi baik dan diliput media massa. Sebut saja Ridwan kamil, Srimaharini,Bima Aria, menurut saya mereka lebih aman melalui jalan dalam berkaririr menjadi pemimpin negara dengan diawali menjadi bupati terlebih dahulu. Untuk kursi menteri,bisa mencontoh Anis Baswedan. Lihat saja besok pasti diberi jabatan oleh Jokowi dalam kabinetnya, bahkan sekarang sudah santer akan menduduki posisi menteri pendidikan atau menteri sekretaris negara. 

Pak Anis Baswedan bahkan bukan aktivis partai. Beliau aktivis pendidikan dengan gerakan mengajarnya menginspirasi negeri ini. Hanya beberapa bulan saja menjelang pemilihan presiden beliau ikut aktif mendukunung Jokowi dan untungnya Jokowi menang maka masuklah pak Anis sebagai salah satu anggota tim transisi. Lebih enak bukan jalan pak Jokowi dan jalanya pak Anis Baswedan? tidak terlalu sikut sana sikut sini dorong atas injak bawah, korupsi sana korupsi sini yang ujung-ujungnya masuk buih.Sebenarnya Pak Mahfud MD juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan pak Anis Baswedan hanya saja Prabowo tidak jadi terpilih maka pak Mahfud MD tidak mendapatkan posisi. Pak Mahfud MD juga jeli dalam pengambilan keputusan beliau untuk berhenti menjadi ketua makkamah konstitusi beberapa waktu lalu. Beliau tahu karirnya akan dirusak oleh orang lain tentu saja caranya mungkin mirip-mirip kasusnya mas AU, dicari-cari kesalahannya dan berakhir masuk buih. 

Untung pak Mahfud MD segera mengundurkan diri dan akhirnya selamat, aman sentausa. Tadi malam pak Mahfud MD menyebutkan siapa yang akan melakukan kegiatan merusak nama baik beliau pada saat itu, akhirnya ternyata satu nama yang sedang seru dibahas kasus pemerasan terhadap BUMN di negeri ini....ah politik seperti ini ya rupanya saat ini. Lantas apa mas AU tidak bersalah hingga mengajak sumpah mubahalah kepada para hakim dan jaksa? ya tetap saja salah menurut saya dan akhirnya 8 tahun penjara adalah kelanjutan hidup mas AU. Lha beliau itu kan masuknya melalui pintu politik dan diakhiri karir politiknya ya melalui pintu politik oleh temannya sendiri itu boleh dalam aturan main kehidupan. Kalau tidak bersalah ya pasti tidak terkena kasus hambalang, kalau bersalah ya pasti kena. Gampanya yang gak salah saja bisa kena apalagi salah ya pasti kena dan tidak selamat. 

Perenungannya adalah, tidak mudah menjadi politisi bersih di negeri ini untuk saat ini. Seorang aktifis muslim dari HMI seperti mas AU saja bisa kena kasus korupsi. Mungkin politisi yang lain juga melakukan apa yang dilakukan oleh mas AU hanya saja mereka terlepas dari aksi politik lawan politiknya. Hanya saja membedakan mana yang benar dan mana yang salah dalam sistemcarut marut dan politik yang mahal dinegeri ini dimana suap menyuap sudah biasa hingga sudah tidak bisa lagi otak sehat membedakan. Sejujurnya dalam hati nurani pasti tahu kalau menyuap, korupsi itu tidak benar tapi hausnya kekuasaan misalnya obsesi ingin menjadi presiden, menteri atau anggota dewan maka menafikan apa kata hatinya dan masuklah para politisi tersebut dalam pusaran sistem korup yang ada saat ini.  
 
Kasus mas AU ini akan menjadi cambuk bagi para aktifis di kampus maupun para politisi yang berasal dari aktifis saat di kampus. Ini memberikan dampak yang buruk bagi wajah perpolitikan kita. Lihat siapa saat ini yang mau menjadi aktifis di kampus. adek-adek kita di kampus. Orang dengan tingkat ekonomi menengah kebawah yang mau jadi aktifis. Jarang anaknya orang kaya raya yang mau menjadi aktifis, segelintir saja. Setelah itu jika para aktifis kampus itu sudah lulus dan ingin terjun di dunia politik mereka takut akan bernasib seperti mas AU, masuk buih. Akhirnya gak mau masuk partai. Partai akan banyak diisi para artis,itu sungguh tidak baik untuk re generasi kepemimpinan.

Sementara itu jika ingin menjadi presiden haruslah orang kaya, ya sekaliber Aburizal bakri, atau Prabowo yang punya modal hingga 2 T rilyun untuk bisa jadi presiden. Sungguh memang Jokowi saat ini membuka mata kita semua bahwa tidak harus menjadi konglomerat terlebih dahulu ketika ingin menjadi presiden. Mahalnya biaya kampanye politik adalah masalah. Gaya kampanye politikt baik untuk pilpres,pilgub maupun pencalonan sebagai wakil rakyat di DPR masih menggunakan gaya marketing perusahaan-perusahaan besar dengan high budget high impact, harusnya strategy itu diubah dengan model voteraising (dipopulerkan oleh Arifin Purwakananta) dengan basis strategy lembaga sosial ketika berfundraising yakni low budget high impact.

Selain strategy vouteraising, yang perlu dilakukan oleh partai adalah membentuk kaderisasi model management trainee seperti pdi perusahaan-perusahaan, kemarin Demokrat telah melakukan konvensi untuk memilih calon presiden versi partai tersebut.itu bagus dan perlu dicontoh oleh partai lain. Yang penting adalah bagaimana agar para aktivis kampus tertarik masuk dunia pilitik. Ini belum digarap oleh para politisi. Bagaimana memikirkan generasi mendatang pengganti mereka. Bisa dibayangkan jika semua partai mempunyai klas khusus bagi calon pemimpin masa depan partainya, pasti para aktifis kampus yang sudah lulus akan berbondong-bondong mengikuti kelas tersebut. Itu akan menarik. Dan mempunyai politisi yang idealis akan mempunyai banyak peluang di negeri ini. Politisi yang idealis dalam tafsiran saya adalah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah sesuai hati nurani itu yang utama sedangkan kekuasaan itu nomer dua. Idealisme dahulu yang utama.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...