Kamis, 25 April 2013

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa keuangan sebagai ide untuk diterapkan sebenarnya sudah lama di Indonesia. Tepatnya sejak tahun 1999. Saya pribadi saat awal berkuliah strata satu di UNSOED diawal-awal semester saya kuliah sekitar tahun 2001 pernah mengikuti seminar tentang OJK di kampus UNSOED tempat saya menempuh bangku kuliah. Waktu itu ada Bpk. Iman sugema dari INDEF dan beberapa pembicara skala nasional dari instansi yang berwenang dari BI dan Depkeu jika saya tidak salah ingat. Saat ini tahun 2013 ternyata baru diadakan sosialisasi OJK kepada masyarakat. Sehingga sebenarnya wacana OJK sudah lama bergulir bahkan mungkin negara kita yang telat menerapkan otorisasi terhadap jasa keuangan baik bank maupun non bank.

Adapaun UU yang mengatur tentang OJK adalah UU no 21 Tahun 2011. Pelaksanaan OJK ternyatamundur 4 tahun.Siang tadi bertempat di aula Bank Indonesia Jawa Tengah, saya berkesempatan mengikuti seminar dalam rangka mensosialisasikan OJK kepada para pelaku bisnis jasa keuangan di regional Jawa Tengah. Dalam pidato kuncinya yang langsung dihadiri oleh ketua Dewan Komisioner OJK Bapak Muliaman D Hadad menyampaikan bahwa OJK adalah badan independen yang diangkat oleh DPR seperti BI. Dahulu sebelum Reformasi  Gubernur BI diangkat oleh Presiden. Namun setelah reformasi Gubernur BI diangkat oleh DPR. Hal ini bertujuan agar kondisi finansial sebuah negara tidak menjadi pusat gara-gara / masalah di negeri ini sehingga stabilitasnya terjaga.

Pertanyaan selanjutnya adalah BI akan menjadi apa setelah ada OJK? Kedepannya BI akan berkonsentrasi untuk menangani masalah sistemik baik dalam pencegahan maupun penanggulangannya. Meskipun saya sendiri sempet tersenyum juga saat alas ini dikemukakan. Lantaran beberapa waktu lalu sempat santer terdengar di akun tweet salah satu jejaring sosial bahwa memang sengaja OJK dijalankan untuk membuka wacana bahwa dampak sistemik yang pernah hangat menjadi perbincangan para ekonom berrbagai madzab di negeri ini. Dengan demikian setelah sudah ditetapkan dan mulai bertahap dijalankan maka tugas BI kedepan adalah menanggulangi masalah sistemik dan pencegahannya serta pencegahan terhadap krisis yang bersifat siklus. Maka jelas legitimasi tentang adanya dampak sistemik yang mencuat saat kasus century sudah dijustifikasi kebenarannya oleh pemerintah. Lantas akan kemana kasus century selanjutnya? menguapkah? let we see...Berbicara ekonomi dan politik sebenarnya menurut saya adalah seperti sebuah koin mata uang dengan dua sisi yang harus dilihat bersama. Bisa-bisa memang malah ekonomi dikuasai oleh politik meskipun disebutkan bahwa independensi BI dan OJK dipisahkan agar tidak menjadi pusat gara-gara. Namun bisa jadi jika dipandang dengan kaca mata politik justru ekonomi dijadikan alat politik. Hati-hati jangan terjebak.

Pengotorisasian yang dilakukan oleh OJK akan dilakukan secara bertahap. Tahun ini pengotorisasian dilakukan pada sektor jasa keuangan dan pasar modal. Tahun 2014 pengotorisasian Bank dan BPR, tahun 2015 diharapkan sudah mencapai skala jasa keuangan Miro seperti BMT dan Kopersai. Namun tidak hanya itu saja, seperti pegadaian, leassing, asuransi, dana pensiun juga termasuk yanga akan diotorisasi oleh OJK. Secara teknis OJK akan berkantor dimana Bank Indonesia berada. Adapun karyawan OJK diambilkan dari BAPEPAM dan BI. Bekerja seperti biasa hanya saja melaporkannya kepada OJK. Ada pula yang tetap menjadi karyawan BI dan karyawan Depkeu. Saat ini yang tercatat sebagai karyawan OJK baru 864 orang. Maka sudah muncul di berbagai media bahwa Bpk. Agus marto Wardoyo akan pindah tugas menjadi Gubernur BI menggantikan Bpk Darmin Nasution dan Menteri keuangan dipegang sendiri oleh Bapak Hatta Rajasa yang biasanya bertugas sebagai Menkoekuin.

Untuk jangka panjang OJK bertugas untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia agar melek financial atau financial literate. Mungkin saat ini masyarakt Indonesia sudah melek huruf, namun ternyata masyarakat Indonesia yang mengakses jasa keuangan baru 30 persen dari seluruh jumlah penduduk yang ada. Jelas bahwa angka itu masih rendah. Selain edukasi masyarakat juga bertugas untuk memberikan informasi terkait dengan infestasi bodong yang akhir-akhir ini marak menipu masyarakat. Untuk itu OJK membuka call center di 500-OJK (655) atau ke konsumen@ojk.co.id. Masyarakat bisa bertanya dan berkonsultasi terlebih dahulu sebelum berinfestasi terkait jasa keuangan yang akan menjadi tempat berinvestasi, apakah jasa keuangan tersebut termasuk yang baik sebagai tempat berivestasi atau tidak baik, sehingga kasus-kasus investasi bodong tidak terjadi lagi di negeri ini.

Dari mana gaji karyawan OJK dan bagaimana OJK hidup? OJK mendapatkan dana dari APBN dan dari pungutan kepada jasa keuangan. Itu hal wajar dan umum terjadi diantara OJK - OJK yang ada di berbagai negara di muka bumi ini. Dengan dana APBN semoga OJK bisa berdampak bagus bagi sektor jasa keuangan negeri ini. OJK kedepan juga akan mencari alternatif-alternatif agar masyarakat bisa mengakses jasa keuangan.Cara yang akan ditemput dengan bekerjasama dengan tokok masyarakat masing- masing daerah. Misalnya di Kabupaten Pariaman, Bupatinya sudah bisa menemukan ide baru agar masyarakatnya mempunyai akses kepada jasa keuangan. Idenya adalah mensertifikasi kambing, sapi serta ternak-ternak yang dipunyai oleh warganya. sertifikasi tadi bisa digunakan untuk agunan kepada jasa keuangan untuk kemudahan dalam mendapatkan modal. Karena semakin banyak masyarakat yang bisa mengakses jasa keuangan maka semakin sejahtera masyarakat tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...