Senin, 29 Juli 2013

Becoming Ordinary Person

Menjadi orang biasa saja itu ternyata lebih enak dirasa. Dulu saat Bapak Rahmat Riyadi salah satu direktur Dompet Dhuafa selesai masa baktinya. Ketika ditanya Bapak setelah ini mau jadi apa? Maka jawabnya "saya mau jadi orang biasa saja, seperti masyrakat biasa." Benar sekarang Bapak Rahmad adalah kepala sekolah di Lazuardi, bukan seorang tokoh yang sangat terkenal meskipun beliau mantan direktur lembaga besar Dompet Dhuafa. Tapi bagi kami yang pernah mengenal beliau, tetap saja beliau bukan ordinary person. Pesannya adalah kembali menjadi fitrah manusia yang menjalani hidup, yang punya manfaat buat sesama tapi juga tidak harus besar, lebih ikhlas menurut saya malah. Maka jika ada amanah besar, misalnya dipilih menjadi direktur seperti di Dompet Dhuafa ya siap, tapi dipilih dan kompeten. Setelah selesai maka kembali down to eart  menjadi manusia biasa saja  tentu dengan kesiapan ujian hidup seperti orang-orang kebanyakan pada umumnya. 

Well....prolog itu saya ambil karena terkadang kita ini setelah hijabnya besar atau setelah hijabnya menutup dada, atau setelah berjenggot atau setelah celananya cingkrang (Isbal dalam istilah bahasa arabnya) lantas kemudia terlupakan bahwa sejatinya kita ini adalah manusia biasa, bahkan sama dengan yang lain pula dalam hal ujian akan hidup. Bahkan bisa saja sama ujiannya seperti mereka yang belum berhijab. Kenapa saya menuliskan ini. Karena beberapa hari lalu saya mendengarkan cerita dari teman saya yang sudah panjang hijabnya bahkan sampai pantat, sudah mempunyai anak bahkan lebih dari satu  dan mengaku sedang jatuh cinta dengan pria lain yang bukan swaminya. Berawal dari saling ber- sms. Berasa Alloh memberi saya contoh kasus setelah saya menuliskan wonderful family nya ustadz Cahyadi Takariawan kemarin ya? Isn't it? cek deh tulisan saya sebelum ini. 

Teman saya ini bekerja kantoran. Tentu saja pergaulannya luas dibandingkan dengan ummahat (para ibu) yang berkarier dirumah. Yup dirumah itu juga berkarier lho...kata siapa ibu rumah tangga itu bukan berkarier?.Sering ingat nasihat Bu Dyah di kelas kajian para muslimah yang kantoran saben Jum'at siang : " jangan sampai yang mubah itu mengabaikan yang wajib!". Bekerja bagi perempuan itu hukumnya mubah. Sedangkan menjadi Ibu dan Isteri yang baik itu hukumnya wajib. Mubah itu sesuatu yang "boleh" saja secara hukum syar'i dan wajib adalah sesuatu yang jika dikerjakan maka mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan maka berdosa. Bagi perempuan yang bekerja dan membantu menafkahi hidup keluarga, maka akan mendapatkan pahala dan itu sedekahnya istri kepada keluarga, itupun jika swami ridho/ikhlas/memperbolehkan.

Bahkan benar adanya jika dulu sering dinasehati mas Veldy mantan Direktur saya di TWI ;"sebenarnya perempuan itu mudah saja kalau mau masuk syurga, jadi istri dan ibu yang baik saja insyaAlloh sudah bisa masuk syurga."Maka sebenarnya tidak perlu bekerja kantoran diluar rumah. Tapi bukan karena itu mas Veldy tidak mengiizinkan isterinya bekerja diluar rumah, namun berdasarkan alasan beliau yang mudah cemburu jika isterinya nampak dekat dengan laki-laki lain. Melihat isterinya ngobrol dengan laki-laki lain saja sudah bisa cemburu apalagi kalau istri bekerja kantoran pasti akan berinteraksi banyak dengan lawan jenis. Itu salah satu pertimbangan lain kenapa istri tidak boleh bekerja kantoran.  Tapi swami yang baik tentu akan memberikan solusi jika memang istrinya kreatif dan ingin terus tumbuh berkembang tidak hanya berkembang biak saja bersama swami hehehehe. Mas Veldy membuatkan sekolah TK di dekat rumahnya yang dikelola oleh sang isteri. Sekolahnya separo berbayar dan separuhnya lagi untuk anak-anak yang kurang mampu. Menurut saya itu mulia dan solutif. 

Maka kembali kepada kasus teman saya yang curhat di telepon beberapa hari lalu, saya sepertinya perlu bertanya "apakah ada masalah dengan swaminya?" jawabnya adalah tidak. Saya beristighfar dalam hati, sambil bertanya "how come?".Anak-anak sudah tiga itu menurut saya cukup untuk menghabiskan waktu bahkan pasti kurang jika mau consern dengan mereka dan belum lagi anak-anak yang paling besar yang kalau saya meminjam istilahnya pak Mario "anak-anak yang bisanya membuat kusut sprei dikasur" hehehe, alias swami . Saya tidak bisa menyimpulkan hal ikhwal apa yang terjadi. Kalau bahasanya Helmi teman saya pasti menyebutnya itu "far from the box"...hehehe untuk ejekan bagi keadaan yang ada yang berkebalikan dengan "out off the box" yang menurut kami "out off the box" itu very creative kearah positif .

Maka saat menelpon kakak aku bercerita tentu tanpa menyebutkan nama, "bagaimana sih rasanya kalau sudah punya anak itu?". Dalam pikiranku dan yang saya lihat sahabat-sahabatku setelah menikah, punya anak dan mereka rajin membaca tentang parenting bahkan mengikuti training-trining parenting bahkan ada yang sampai mengambil kuliah jarak jauh tentang PAUD dengan harapan agar putra-putrinya kelak lebih baik dari ayah bundanya.Bukan hanya itu ada malah yang menginisiani membentuk kelompok parenting dirumahnya kemudian mengundang teman-temannya dan menghadirkan pembicara tentang parenting. Kakakku menikah sudah tiga tahun, mungkin menurut anda yang sudah menikah belasan tahun maka yang tepat bukan "sudah tiga tahun" melainkan " baru tiga tahun" ya silahkan saja. Yang pasti setelah swami ya anak. Bahkan bersama-sama fokus buat anak bersama swami. Maka kakaku menambahkan. "Setan itu kan pinter banget pik!" kakakku menambahkan.Setelah berkata demikian, kakakku berbagi cerita tentang salah satu temannya dulu saat masih bekerja. Laki-laki yang berjenggot juga, bercelana itsbal / Cingkrang juga tapi ya berselingkuh dengan salah satu teman di kantornya. Mungkin setannya juga sekaliber ustadz ya yang menggoda, "pikirku mengconclusikan percakapanku dengan kakakku".

Kalau tentang laki-laki berjenggot dan celana cingkrang yang berselingkuh juga saya pernah baca di bukunya Asma Nadia, itu sudah menjadi isu sejak dulu. Tapi kalau perempuan yang hijabnya panjang sampai pantat trus disinyalir akan menjurus kesana itu tidak banyak. Perempuan itu fitrahnya mencintai anak-anak. Bahkan hasil riset menyebutkan bahwa pupil mata perempuan itu membesar sekian inci tatkala melihat anak-anak yang lucu dan menggemaskan. Dan pupil laki-laki itu membesar beberapa inci ketika melihat perempuan cantik. Sudah pasti buat laki-laki perempuan cantik itu lucu dan menggemaskan ya? "iya nggak woe...para laki-laki?" jawab!. Maka bagaimana saya bisa mengiyakan bahwa perempuan berhijab sepantat itu jatuh cinta lagi dengan laki-laki yang bukan swaminya dan saya katakan itu benar. Rasanya berat mengatakan kebenaran itu. Bagaimana tidak berat, lha wong saya saja belum pernah menikah, dan dalam bayangan saya kehidupan setelah menikah ya seperti kehidupan yang saya lihat which is  kehidupan rumah tangga kakaku dan sahabat-sahabatku.

Maka yang terbaik adalah menjadi orang-orang biasa saja dalm melihat ini. Tidak usah diperdulikan hijab panjangnya, jenggotnya, celana itsbalnya. Maka ketika diminta menasehati ya saya tanya "masih suka ngaji mbak?" maksud saya datang ke kajian bertemu ustadzah, karena beberapa orang mengartikan kalau ngaji itu membaca al qur'an / bertilawah. Baik deh akan saya bedakan kalau ngaji yang bertemu ustadzah itu ngaji dalam tanda kutip "ngaji." Temanku menjawab :" sudah lama mbak saya nggak"ngaji"'. Saran saya kembali "ngaji" dulu saja mbak...mungkin mbak futur (imannya sedang turun). Jika memang benar mbak jatuh cinta lagi (really sungguh berat saya mengatakan bagian kalimat ini untuk mengiyakan dan meng-acc bahwa teman saya ini pada kenyataannya jatuh cinta lagi ). Maka sebaiknya tidak perlu dituruti rasa itu. Boleh mbak Jatuh Cinta lagi tapi ada konsep Cinta diatas Cinta, silahkan baca tulisan saya yang berjudul  " cinta diatas cinta". Itu tulisannya Anis Matta yang saya kutip tentang cintanya Kholifah Umar bin Abdul Azziz yang akhirnya memenagkan cinta yang lain. Dalam hal ini yang harus dimenangkan adalah cintanya mbak sama keluarga (swami dan ketiga putera mbak). "Sering-seringlah menatap anak-anak mbak..." sok tua banget ya saya, menikah saja belum bisa kasih nasehat sepeti itu...hehehe. Soalnya mesti ngomong apa, dari pada tidak memberi nasehat dan teman saya sudah menelpon saya. Ya sebaiknya memberi nasehat. Ya tho ?

 Sebenarnya saya teringat nasehat Pak Chabachieb  dosen management keuangan yang sering menyelipkan tausyiah/nasehat di tengah materi kuliah beliau. Nasehat Pak Chacha (panggilan sayang kami kepada beliau) memberi nasihat kepada teman- temanku yang laki-laki untuk besok kalau sudah jadi ayah jangan lupa kalau pulang kerja itu sukalah menatap istrinya, anak-anaknya kalau sudah tidur. Ingat dulu saat masih sederhana, mungkin masa sulit dalam hal ekonomi dan kini sudah tumbuh bersama anak-anak. Istrinya setia menemani anda tumbuh, menua bersama. Lantas ciumlah mereka satu - satu. Itu nasehat Pak ChaCha. 

Seperti biasa setelah kelas usai kami membahasnya dan memparodikannya. " Nanti kalau swamiku pulang kerja, aku suruh anak-anakku pura-pura tidur kalau belum tidur, aku juga demikian, berharap swami menatapku dan anak-anakku dan menciumi kami..." itu statemenku atas nasehat Pak Chacha. Langsung ditanggapi oleh Arsyad dan Anoki  dua gokil teman kuliahku dalam bentuk parodi :"Hey...tidur sana cuci piring dulu, sambil ditendang. Trus melihat anak-anak dan menjewer :" sudah ngerjain PR belum, ngerjain dulu..." wkwkwkw...jadinya ngikik ini nulis ini inget kalian..."super lucu" gaya kalian bak Andrey dan Sule dalam OVJ memerankan parodi Ayah pulang kerja. "Mendingan kalian itu sekolah humor saja kok malah sekolah Magister Management." saranku.

Fokus pada masalah jatuh cinta lagi yang melanda teman saya yang "aneh" ini. Adalah hikmah yang bisa kita ambil. Bagi mbak Yas kakakku lantas bisa langsung bersyukur alhamdulillah, akhirnya memilih berkarier menjadi ibu rumah tangga, meski diawal-awal itu juga sulita buat mbak Yas, karena telah terbiasa bekerja. Maka dulu tanteku suka iseng menelpon kakakku jam-jam sembilan pagi sekedar menanyakan "sedang apa?" karena khawatir kondisi ponakannya yang baru beralih profesi. Awalnya kakakku mengajar ngaji sore hari buat anak-anak kecil sekitar komplek, aktif di dasa wisma bersama ibu-ibu komplek . Kemudian Alloh memberikan amanah Hafshah putri kecilnya maka lengkap sudah. Dzikir bagi ibu hamil juga sudah ada dalam bentuk buku, maka tidak perlu pusing mau ngapain? berdzikir itu juga nikmat. Bahkan beberapa hari lalu bersama Dika sahabatku mengaji ke ustadz sholahudin, biasanya kajian tafsir Al Qur'an, tumben kemarin para jamaah diminta hafalan. QS Al baqoroh atau Yaa-Siin maka menghafal Al Qur'an itu juga menarik sebagi aktifitas hidup kita. Betapa waktu kita ini sering sibuk untuk duniawi dan ternyata banyak ibadah-ibadah yang sebaiknya kita topang dengan ilmu-ilmu agama yang paling dasar. Memperbanyak hafalan,jika sudah baik bacaannya maka dibawalah hafalan itu dalam sholat. Memperbaiki bacaan Al-Qur'an dan mentadabburi Al qur'an bisa dengan membaca tarjamahnya atau dengan ditambah menikuti kajian tafsir atau membaca buku-buku tafsir Al qur'an seperti Ibnu katsir dll. 

Maka jika sudah cukup nafkah dari swami masihkah mau bekerja kantoran? itupun yang menjadi perenungan saya selama ini. Jalani saja, tapi jika mendengar cerita-cerita seperti tadi diatas. Sebaiknya kita bisa mengambil hikmah. Betapa sebenarnya kita adalah manusia biasa yang godaan itu bisa datang kapan saja. Bahkan kelak dihadapan Alloh itu yang ditanyakan adalah amalan kita saja? Alloh tidak akan bertanya amalan swami kita kepada kita? Kita bertanggung jawab atas amalan kita sendiri dihadapan Alloh. Pesannya adalh membentengi diri dari segala hal yang membuat kita mendapatkan godaan. Mengurangi berinteraksi dengan lawan jenis, seperti hubungan pekerjaan kantor mungkin itu bisa menjadi salah satu upaya menghindari fitnah tadi. Ya Robbi, mudahkanlah teman saya dalam mengurai cintanya, agar tidak mengikuti cinta butanya dan kembali kepada keluarganya secara utuh lahir dan batin. Amiin YRA. Semoga bermanfaat. Wollohualam Bii Showaab.
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Transfer Segmen Dakwah

 "Kita yang butuh dakwah, bukan dakwah yang butuh kita." Pepatah itu kerap kita dengar. Memang pada kenyataannya dakwah akan tetap...